Drama Satu Babak
Bulan Emas Di Jendela Kakek
Karya : H. Adjim Arijadi
Dramatic Personal :
-
Kakek
-
Badrun
-
Rusman
-
Abdullah
-
Jonah
Interior rumah angker, peralatan serba
antic, sepasang meja tamu , sofa dan jam dinding yang tersandar disudut
ruangan.
Dalam ruangan sudah ada Badrun, lelaki
kasar dan Rusman yang sedikit intelek.
![]() |
Badrun : Rusman, sudah saatya kita membunuh kakek.
Rusman :
Kakek dengan hartanya itu, bila dia mati pasti disiksa oleh ular – ular
berbisa. Tapi bagaimana dengan Abdulah ?
Badrun :
Kita bertiga adalah cucu – cucunya kakek. Tapi kebencian kakek terhadap kita
berdua. Abdullah satu – satunya cucu kesayangan kakek. Dan Abdullah memang
meragukan, tapi aku akan membereskannya.
Rusman :
Dan Johan ?
Badrun :
Johan juga kesayangan kakek, meskipun cuma babu. Dan aku juga akan
membereskannya. (terdengar keluhan dari Abdullah diluar)
Rusman :
Rupanya Abdullah sudah kembali. Hati – hatilah Badrun.
Abdullah :
(masuk) Semua pedagang sungguh gila. Gila semua.
Badrun :
Ada apa
Abdullah ?
Abdullah :
Akan berhenti sekolah. Kitab – kitab agama biarpun ada, tapi harganya selangit.
Badrun :
Kakek kita seorang yang kaya raya ?
Abdullah :
Percuma, siang malam kakek kakek tidur diatas peti emasnya.
Hmh.
Kalau kakek mati, timbungan – timbungan uang, berlian tidak akan dia bawa masuk
liang kubur. Dan harta benda itu akan aku waris. Selanjutnya akan aku bangun
sebuah kota
agama. Ada
mesjid bertahta, ada rumah yatim. Ada
pondok persinggahan. Semuanya untuk kesejahteraan umat.
Rusman :
Kalau kakek mati aku harus punya menara kebesaran. Dari atas menara akan aku
lihat wajah dunia. Pendek kata akulah raja.
Badrun :
Kapan kakek mati ?
Abdullah :
Kakek sudah tua, sebentar lagi.
Kakek :
(tiba – tiba keluar dengan handuk dilehernya dan ember ditangan melintas acuh
tak acuh)
Abdullah :
Hendak kemana kek ?
Kakek :
Apa ? (sambil menguping)
Abdullah :
Kakek mau kemana kataku.
Kakek :
O, mau berolah raga, kemudian berenang di sumur.
(semuanya
tergelitik oleh kelucuan dan tertawa geli)
Kenapa
?. apa yang kalian tertawakan ?
Hei
Abdullah, apa yang kalian tertawakan ?
Abdullah :
Tidak apa – apa kek, saya cuma ketawa karena………
Kakek :
Karena aku tuli. Begitu ?
Abdullah :
Tidak, kek.
Kakek :
Kupingku bersih, mataku jernih. Kemari kau Abdullah.
(kakek
menjewer Abdullah dan menyeretnya ketengah)
kupingku
bersih, mataku jernih. Ayo ucapkan sekali lagi.
Abdullah :
Begini kek, lepaskan dulu telingaku kek !
Aku
bilang kakek orang tua yang gagah, semua suara orang didengar nyaring karena
tai kuping selalu kering.
Kakek :
Mata ! mata ?
Abdullah :
Dan mata, ya tentu saja mata keranjang.
Kakek :
Naaa….. begitu ! (terkekeh – kekeh melonjak gembira lalu menuju pintu keluar )
Abdullah :
Tua bangka, besi tua, dasar datu kucing, kuping cacing.
Kakek :
(dimuka pintu berhenti) Hei, Abdullah, kemari kau.
Abdullah :
(mendekati)
Kakek :
Kuping tidak rusak, bukan ?
Abdullah :
Oh, tentu tidak kek, kuping kakek selalu kakek reparasi, bersih dan onderdilnya
dari Hongkong, kek.
Kakek :
Bagus, dan mataku ?
Abdullah :
Mata kakek kemilau bagai tai bintang.
Kakek :
Bagus ! He he he he he…… siapa orang itu Abdullah ?
(melihat
kepada Badrun)
Abdullah :
Badrun, kek.
Kakek :
Badrun yang mana ?
Abdullah :
Badrun, cucu kakek yang paling tua.
Kakek :
Badrun yang dihutan itu ?
Abdullah :
Ya. Kakak saya. datang sudah sejak pagi tadi, kek
Kakek :
Badrun perampok itu ?
Abdullah :
Cucu kakek.
Kakek :
Mataku tidak rusak bukan ?
Abdullah :
Tentu saja tidak kek, mata kakek terang seperti………………
Mata
musang.
Kakek :
Dan dimeja itu secangkir teh bukan ?
Abdullah :
Benar kek.
Kakek :
Sudah diminum ?
Abdullah :
Belum, kek.
Kakek :
Jonah… Jonah… (memanggil)
Jonah :
(dari dalam) Ya, ada apa kek ?
Kakek :
Apa si Jonah babu itu tidur ? Jonah…. Jonah…. !
Jonah :
(muncul) Ada
apa kek ?
Kakek :
Kau yang beri bajingan itu teh ?
Jonah :
(takut) Iya, tapi tapi tidak pakai gula, kek.
Kakek :
Tarik kembali, bawa masuk teh itu
(Badrun
memberi isyarat, Jonah menurut dan masuk membawa cangkir teh)
Hei,
Abdullah ! pagi tadi kau kepasar bukan ? dan ku beri uang untuk beli buku Tarih
Nabi. Mana buku itu ?
Abdullah :
Uangnya tidak cukup, kek.
Kakek :
Apa ?
Abdullah :
Uang segitu hanya cukup untuk membeli sebungkus rokok kek, untuk apa.
Kakek :
Hei, Abdullah, jangan menghina, jangan menghina uangku dia ku
peroleh
dengan cucuran keringat. Kembalikan uang itu.
Abdullah :
Nih….. (melemparkannya, kakek terbunhgkuk – bungkuk
memungutnya)
Kakek :
He he he he nasib baik, kan
uang ku. Aku sudah amalkan uangku, dan sekarang amal itu sudah diganjar Tuhan
lagi. Benar nasehat nenekku. Kebaikan pasti dibalas dengan kebaikan. Kuberikan
uang seribu rupiah, kembali seribu rupiah. Tuhan memang adil.
Benarkah
uang ini seribu rupiah Abdullah ?
Abdullah :
Lantas kakek maunya berapa ?
Kakek :
Badrun, Rusman. Benarkah ini seribu rupiah ?
(Badrun,
Rusman mendekat dengan mata mencurigakan)
Tidak,
kalian jangan mendekat. Aku tau, kalian ingin merampoknya. Dasar perampok. Cucu
bajingan. Hei, Abdullah aku tidak tua bukan ?
Abdullah :
(bersungut – sungut) Tidak. Kakek tetap gagah. Segagah Hercules,
cuma
saja…….
Kakek :
Apa lagi. Coba lihat.
(menyingsingkan
lengan baju tampak kulit keriput)
Apa
yang kau lihat ?. umurku sudah seratus tahun. Tapi ototku tetap kuat dan tulang
ku seperti besi. Aku tidak akan mati. Kau dengar Abdullah ?
Abdullah :
Apa kata kakek.
Kakek :
Bagus. Telingaku tidak rusak bukan ?
Abdullah :
Maaf kek. Aku mau tidur.
Kakek :
Hei Abdullah. Kemari kau. Aku ini orang tua. Anak muda jangan lupa dengan adat.
Adat adalah harga yang paling tinggi.
Bagaimana adat itu ?
Abdullah :
Tapi belum ada perintah kek.
Kakek :
Belum ada perintah. Baik, siapkan :
(semuanya
pada bersiap, mengambil posisi masing – masing)
Hooouuup…..
!!!
(kakek
mengulurkan tangan kemuka dan semuanya sujud ke bumi, kakek lari kegirangan
menuju kedalam. Semuanya bangkit. Abdullah jengkel, tapi Rusman gelak ketawa.)
Abdullah :
Orang tua semangka. (Rusman tertawa lagi)
Kapan
kakek itu mati.
Badrun :
Umur kakek ada di ujung tanduk belatiku. Rusman, ikat permpuan itu ditiang. Aku
akan tenggelamkan kakek si tua itu disungai. Biarkan dia mampus hari ini.
Rusman :
Baik (menuju pintu tengah dan Badrun mau lewat pintu muka tapi Abdullah segera
merintangi Badrun.)
Abdullah :
Jangan.
Badrun :
Kenapa kau.
Abdullah :
Bagaimana juga, dia kakek kita. yang baik.
Badrun :
Si tua bangka itu kau anggap baik ?
Rusman :
Kakek, si Dajjal yang paling buruk.
(Jonnah
mau lewat pintu tengah dan terhenti melihat konflik)
Badrun :
Kau setuju kalau kakek kita bunuh, Rusman ?
Rusman :
Lebih cepat lebih baik.
Badrun :
Kakek cuma kelinci jinak. Aku akan patahkan tulang – tulangnya jangan halangi
aku Abdullah.
Abdullah :
Jangan lakukan kebiadaban itu.
Rusman :
Badrun. (memberikan isyarat pada Badrun tentang adanya si Jonah dimuka Pintu)
Badrun :
Apa kerjamu di situ, babu. Masuk ! (Jonah masuk kembali)
Rusman,
awasi dia. Jangan sampai dia lolos dari rumah ini. (Rusman Masuk)
Abdullah,
kau dan babu itu harus menjadi umpan belatiku ini. Kau rintangi rencana ku ini,
artinya pisau belatiku akan menikam jantungmu.
Abdullah :
Dosamu, Badrun. Ingat hari akhirmu. Kepuasanmu akan menjadi arwah yang
menghantu. Arwahmu akan bicara dengan penyesalan – penyesalan. Bumi tidak
terima adanya rokh jahat. Ingatlah dosa – dosamu yang lalu. Kakek juga tidak
berumur panjang sebentar lagi toh dia akan mati juga.
Badrun :
Apa kata kakek tadi ?. dia masih kuat. Dan dengan sombongnya berkata tidak akan
mati. Kau menjadi korban. Bocah kecil yang ingusan, bersembah sujud dibawah
kakinya. Dengan harapan kau akan dapat warisan. Kau bodoh Abdullah. Bila kakek
mati aku tidak akan mewarisi hartanya. Masa muda kakek ialah masa muda
merampok, masa ia menjegal, membunuh. Kakek adalah bajingan yang paling buas.
Berapa saja jumlah perawan yang telah diperkosanya. Kakek harus mati, kakek
harus ku bunuh. Tutup mulutmu. Dan tinggal disini.
Abdullah :
Badrun ! ingat dosa – dosamu Badrun. (kakek masuk)
Kakek :
Sebuah kapal balap lewat dengan lajunya. Perahu – perahu di sungai banyak yang
karam. Buah – buahan, sayur – sayuran hanyut. Kalau aku tidak berumur panjang,
sudah pasti aku akan mati tenggelam. Tapi aku tidak mati.
Badrun
! Sejak kecil kau belum pernah berpisah dengan pisau belatimu. Rusman ini bukan
hutan rimba. Dihutan rimba kau boleh minum darah. Tapi dirumahku jangan sampai
terjadi. Sebaiknya kau lekas pulang saja. Disini kau menguatirkan. Matamu liar
seperti maling ular.
Ya,
Tuhan….. (meraba – raba seluruh pakaiannya, ada sesuatu yang hilang)
Hei,
Abdullah, mana si Jonah ?
Abdullah :
Di dapur, kek.
Kakek :
Panggil dia.
Abdullah :
Jonah, Jonah….. Jonah, dipanggil kakek. !
(Jonah
Muncul)
Kakek :
Lekas Jonah ! carikan uangku. Uangku yang barusan ku rampas dari Abdullah.
Seribu rupuiah.
Jonah :
Saya tidak tahu, kek.
Kakek :
Carikan di tepi kali. Ayo…. Lekas. !
(Jonah
keluar, lolongan anjing terdengar)
kemana
Rusman ?
Abdullah :
Rusman di dalam.
Kakek :
Perampok ! selalu mengambil kesempatan.
Rusman,
! jangan kau curi uangku, Rusman !
(masuk
dari dalam terdengar suaranya)
Rusman
! kau kira kepingan emasku tidak ku hitung ?
Rusman :
(keluar) dasar pikun, tua bangka. Kunci petinya saja tidak pernah lepas dari
pinggangnya. Dasar pikun.
Badrun :
Ribut dan ribut. Siang malam cuma soal uang, soal emas, soal harta. Bosan. Kakek
harus lenyap dari rumah ini.
Rusman
!, Abdullah ! saat ini kakek ada dikamar atas. Menghitung kepingan – kepingan
emasnya. Kalau kakek ada dikamar dia akan aku sergap dari belakang. Kemudian
perut kirinya akan aku robek sampai isinya terburai keluar. Ingat kalian harus
pegang rahasia ini dengan baik.
Rusman
!. Awasi si Jonah jangan sampai lari keluar rumah kalau dia ke kamar atas bunuh
saja dia.
Bila
dia sudah mampus mayatnya kita penggal – penggal, lalu masukkan dalam karung
untuk mempermudah kita mengubur secara rahasia.
(lolong
anjing terdengar menyayat hati)
Kakek :
(dari dalam) Pasti salah satu dari kalian !
(Jonah
masuk) Ada uang
itu Jonah ?
Jonah :
Tidak ada, kek.
Kakek :
kelinci – kelinci dan itik – itik juga tidak ada ?
Jonah :
Tidak, tidak ada kelinci dan juga tidak ada itik.
Kakek :
Kalau bagitu kau yang ada, kau yang mencurinya !
Jonah :
Saya tidak kek, saya tidak mengambilnya.
Badrun :
Rusman, aku mau pulang. Hutan Meratus menungguku.
Kakek :
Tidak. Tidak seorangpun yang boleh meninggalkan kamar ini. Dan
tidak
seorangpun yang boleh bergerak. Semuanya akan ku razia satu persatu.
Dengarkan,
uangku seribu rupiah tidak ada. Kunci – kunci lemariku juga tidak ada. Hayo
mengaku saja, siapa diantara kalian yang telah mencurinya. Tentu kau Jonah.
Jonah :
Demi Tuhan bukan saya kek.
Kakek :
Kau Abdullah ?
Abdullah :
Kek, kan
kalau saya perlu uang saya selalu bilang dengan kakek.
Kakek :
Rusman !
Rusman :
Sudah sejak dulu mana pernah saya mengecap uang kakek.
Badrun :
Maaf, saya harus pulang sekarang.
Kakek :
Sekarang sudah ku ketahui, siapa pencuri itu.
Kemari
kau Badrun. Serahkan bungkusan itu. Aku yakin pasti kunci – kunci itu ada didalamnya
. serahkan itu Badrun.
(kakek
merampas bungkusan itu)
He
he he… maling kesiangan, maling meneriakkan maling. Tapi ternyata maling itu
yang berteriak sendiri. He he he… kalau aku diam saja, mlam nanti pasti hartaku
lenyap semua. Uang seribu itu tidak
sedikit, tau. Bisa beli…………. Tiga puluh tahun yang lalu uang sebegitu banyak,
bisa untuk berpoya – poya dengan gadis – gadis cantik. Bisa untuk membelikan
pacar jaket bulu dan satu blus malam yang halus dan hangat. Bisa memberi makan
orang sampai muntah. Dan sekarang, nilainya lebih tinggi lagi. Seratus
perempuan cantik dapat bertekuk lutut.
(mengoncangkan
isi bungkusan, terdengar bunyi sentuhan logam)
Tidak
salah kataku, si Badrun adalah cucu yang paling kurang ajar. Hei Badrun, kau
tahu, dengan sikap biadapmu itu arwah ayah dan ibumu di dalam kubur pasti
menyumpah setengah mati. Dengan sikapmu yang jalang itu, ayah ibumu akan
disiksa oleh malaikat dengan gada api yang panasnya bukan alang kepalang. Semua
ini karena dia telah meninggalkan anak yang paling bajingan, tahu ! mengerti !
Badrun :
Cepat kek, saya mau pulang, Meratus menanti saya.
Kakek :
(membuka bungkusan, isinya aneh – aneh dikeluarkan satu – persatu ) mana !
Badrun :
Ada uang dan
kunci itu kek ?
Kakek :
(memandang tajam kearah Badrun) dimana kau sembunyikan uang dan kunci – kunci
itu ? ayo, jawab Badrun. Uangku lenyap, kunci – kunciku hilang. Kunci almari,
kunci peti besi dan kunci peti emasku, mana ? ayo berikan, kembalikan….
(terdengar
lolong anjing menambah kegugupan dan kemarahan kakek)
Ah…
belum lagi aku mati, sudah dirampas kunci – kunci hartaku. Serahkan kembali.
Ayo, kembalikan !
Oh,
uangku, emas – emasku, setengah mati kau kukumpulkan dengan segala pengorbanan
dan penderitaan. Tapi dalam waktu satu detik lenyap seketika. Oh… runtuh… aku
lumpuh.
Aku
gemeter. (lolong anjing makin mendesak)
Aku
mau mati. Aku mau mati saja. Abdullah, carikan hartaku, uangku, kunci –
kunciku. Oh… Tuhan kembalikan kekayaanku.
Carikan,
kembalikan……….
Badrun :
Dasar ! kakek kerempeng (meraba pinggang dan mengambil serenteng kunci)
Ini
kunci apa ?, ini uang apa ?
Kakek :
(dengan nsfsu merampas kunci ditangan Badrun)
Itu
hartaku ! kenapa kau ambil. Mari kembalikan !
Badrun :
Aku mau pulang saja, Abdullah !
Rusman :
Badrun, aku ikut ke Meratus !
Badrun :
Di Meratus banyak tanah kosong. Banyak hutan perawan. Banyak hasil tambang.
Tadinya aku berencana tinggal dikota. Tapi kota ternyata adalah neraka. Ayolah kalau kau
mau ikut.
(ketika
mau berangkat kakek mencegahnya)
Kakek :
Jangan kalian tinggalkan aku. Aku merasakan adanya bayang – bayang aneh. Bayang
– bayang yang selama hidupku belum pernah kulihat. Diriku terasa asing. Cuma
satu suara dahsyat yang menghimpit diriku. Kau lihat wajah – wajah itu ? kau
dengar suara – suara itu ?
(terdengar
kekeh suara iblis silih berganti dengan lolongan anjing yang menyayat)
suara
itu ?, wajah – wajah itu, jangan !, jangan kejar aku ! jangan ambil hartaku.
Oh, tidak ! tidak !. ambillah kunci – kunciku ini. Aku tidak perlu lagi
ambillah semua !. (Kakek membanting kunci, keseimbangannya hilang, hingga
terjatuh kelantai. Semua cucunya mendekat dan berusaha menolong. Sementara
Badrun mengumpulkan kunci yang berserakan. Kakek dipapah)
Badrun :
Tenanglah, kek.
Kakek :
Tubuhku terasa ringan sekali, seperti kapas melayang. Oh, kudengar musik
kehidupan yang kekal. Aku terdesak dan terjepit. Oh, betapa banyaknya lobang –
lobang yang merintangi jalanku.
Badrun :
Tenanglah kek, naiklah keloteng dan tidurlah selamanya disana.
Kakek :
Apa…? Kau suruh aku tidur ? (sadar, karena nasehat Badrun dianggapnya suatu
tipu muslihat)
Badrun :
Istirahatlah kek.
Kakek :
Aku kau suruh tidur ?. aku mau kau suruh istirahat ?. aku kau anggap lemah ?.
Badrun aku masih kuat, aku masih gagah. Tidak. Aku tidak akan mati. Aku tidak
bisa mati……………..
Hei
! pencuri, Badrun. Serahkan kunci – kunci itu. Tidak salah kataku. Kau pencuri
kunci. Serahkan kunci itu.
Badrun :
(marah) Nah ! bawalah mati.
Kakek :
(terkekeh) He he he rezeki yang halal, kekayaan yang kekal hilang dan datang.
Hilang dan pulang. Harta yang paling mulia.
Kunci
– kunci kekayaan…….. kubanting tulangku. Kuperas keringatku, semata untuk kunci
– kunci harta. Uang dan harta kubelai dengan mesra. Kasih dan cinta. Uang dan
hartapun sayang pula padaku. Cinta dibalas cinta……… bukan seperti watak cucuku.
Mereka tak mengerti makna dan hakikat cinta. Harta dibelaicuma sementara. Harta
merasa benci sehingga harta – harta itu sendiri membenci. Pindah dan hilang
sama sekali……
Hei,
apa kalian sudah lupa. Apa itu Abdullah. Oooo, belum ada perintah. Ayo,
siapkan.
Kakek :
(semuanya siap untuk menyembah)
Hoouuupp….!
Bangkitlah wahai cucu – cucuku.
(Kakek
berlari kecil sambil ketawa dan masuk pintu tengah)
Badrun :
Persetan ! Ayo bangkit, bangkit semua. Bodoh semua.
Perintah
Dajjal. Hei Abdullah, apa yang kau harapkan dari kakek, kau sembah dia, apa
karena hartanya ? dan kau Jonah apa itu karena jiwa budakmu ?
Abdullah :
Ya. Memang semuanya bodoh. Kau juga bodoh Badrun.
Badrun :
Si Kikir dari kerajaan Bakhil. Bagaimanapun peti emas kakek harus dicuci dengan
darahnya sendiri.
Rusman :
Kau sedikit benci Badrun. Kau begitu lembek dan sedikit pengecut ! ayo
tunjukkan ketegasanmu. Mana bukti kejantananmu. (Badrun mendekati Rusman dan
mengancam dengan pisau terhunus)
Badrun :
Kenapa kau berkata begitu…… ?. Jonah bila kau buka mulut lehermu akan kurobek.
Kau juga Abdullah, jangan mencoba – coba merintangi maksudku.
Abdullah :
timbangkan sekali lagi tindakanmu Badrun.
Rusman :
Sebelum kakek kita bunuh, kita harus temukan dahulu bagian kita masing –
masing.
Badrun :
Soal bagian, jangan kita pikirkan dahulu. Sumbat dahulu setiap mulut yang
berani membuka rahasia ini. Kemudian kita mencari jalan bagaimana cara kita
membunuh kakek……….
Aku
akan serang kakek dari belakang. Perutnya langsung kutusuk sampai ususnya
keluar semua. Kemudian tubuhnya kupotong – potong. Lalu kau Rusman siapkan
lobang dibawah kolong. Kita akan beritakan bahwa kakek telah pergi.
Kakek :
(muncul dengan teko berisi susu beserta dua buah gelas)
Naa…
kebetulan sekali. Badrun,. Kau ternyata masih disini. Rusman, Abdullah juga
lengkap semuanya. Nah… dengarkan. Didalam teko ini telah kubuat air susu yang
kental dan lezat. Air susu ini, adalah air kehidupan yang panjang. Dengan air
ini merupakan nikmat yang paling tinggi. Inilah puncak kelezatan dari kehidupan
yang panjang. Hari ini kita akan pesta bersama, bila nanti anjing – anjing
menyalak dan tengadah pada wajah bulan. Pesta dihari penghabisan. Aku sering
nasehatkan, janganlah mengeluh cuma minum tanpa gula. Pada suatu saat manusia
yang hidup dengan masa kering, kelak akan berenang dilautan emas. Tapi kalian
selalu menggerutu, karena hartaku tidak dapat digerogoti. Beberapa waktu yang
lewat, aku marah karena kalian minum air tehku. Tapi sekarang kalian malah
kusuguhi air susu yang lezat dan manis. Inilah air susu setulus hati.
Badrun :
Aku sudah katakana, seteguk saja air yang datang dari keringat kakek, tidak
akan aku minum. Sekarang aku permisi pulang.
Kakek :
Sebentar. Baiklah, kusingkat saja awal dari pesta kita hari ini. Kemari kau
Jonah….. Jonah, kau lihat kunci kunci ini ? inilah kunci dari harta – hartaku.
Kunci peti emas. Kunci almari besi. Kunci perhiasan, terdiri dari batu – batu
jamrud, nilam, yakut dan intan. Di garasi ada mobil mengkilap. Tanah huma
beratus hektar, tak terhitung banyaknya ternak sapid an kambing. Beratus kuda
ada di kandangnya.
Rumah
ini dengan seluruh isinya dari kelambu, sampai sendok dan garpu, adalah
milikmu. Bukan itu saja, tapi seluruh harta yang disebutkan tadi semuanya
kuserahkan kepadamu.
Abdullah :
Apa artinya semua ini ?
Badrun :
Artinya warisan jatuh ketangan Jonah.
Abdullah :
Ini tidak adil.
Rusman :
(Ketawa mengejek)
Abdullah :
Aku tidak terima, tidak bisa begitu caranya. Coba kakek pikirkan sekali lagi.
Aku hormati kakek, aku sembah kakek. Aku lindungi kakek dari bahaya pembunuhan.
Kakek :
Pembunuhan ? (Pauze)
Badrun :
Engkau bodoh Abdullah. Untuk apa harta kakek. Kau punya otak kau punya tenaga.
Tidakkah kau dapat berusaha.
Laki
– laki lemah…. Memalukan !!!
Abdullah :
Tapi itu hakku, aku punya rencana membangun pasantren.
Kakek :
Baik (ketawa) dan kau Rusman ? apa rencanamu ?
Rusman :
Rencana saya teteap seperti semula…………..
Kakek :
Oooo, rumah dansa, hotel dan vila
? dan kau Badrun ?
Badrun :
Tidak ! Aku tidak butuh !
Kakek :
Tapi tidakkah kau berncana mendirikan rumah judi dan billiard yang hebat.
Badrun :
Tidak ! cukup dengan pisau belati ini untuk hidup dan matiku.
Kakek :
(terkekeh) engkau memang cucuku yang terburuk. Tidak pernah meminta, tapi diam
– diam mempunyai niat busuk. Setan. Kau tahu Badrun. Kalau kau ada dirumah ini,
aku terpaksa tidak dapat tidur. Aku harus berbaring di atas peti emasku. Matamu
selalu liar bagai mata maling. Kau memang maling !!!!!!
Abdullah :
Aku harus dapat bagian. Bagaimanpun aku harus dapatkan.
Kakek :
Nah…. Jonah. Terimalah kunci ini. Surat
warisan sudah kubuat atas nama dirimu seminggu yang lalu dihadapan saksi –
saksi dan Lurah, Camat dan anggota Pamong lainnya. Ambil saja surat itu dalam almari besi.
Rusman :
Badrun, kalu begitu rencana kita tidak ada gunanya. Semua harta warisan, jatuh
kepada Jonah. Aku berpendapat tidak ada gunanya tinggal dirumah ini.
Badrun :
Ayoh… Rusman, kita pergi sekarang. Kek, saya pergi meninggalkan rumah ini. Tak
perlu lagi kakek mencari saya. syukurlah kalau kakek mati hari ini. Saya selaku
cucu kakek yang tertua sudah memenuhi kewajiban saya, masih sempat menengok
kakek. Cuma saja, sampaikan salam saya kepada cacing – cacing. Matilah kek
bersama tumpukan harta kakek, mari Rusman !!!
Kakek :
Tapi kau harus meminum air susu ini, Badrun.
(Badrun
dan Rusman keluar, tapi ketika mendengar suara kakek, Rusman terhenti. Kakek
gelisah) Kenapa dia mesti berbuat begitu. Badrun memang cucuku yang paling
nakal. Tapi akhir – akhir ini benar mengharukan hatiku. Rusman… Rusman…
panggillah Badrun.
Rusman :
Baik kek. (keluar)
Kakek :
Abdullah, kalau Badrun kembali, ajaklah dia minum bersama. Engkau harus
bersikap baik terhadap saudara tuamu. Aku merasakan hari ini adalah hari yang
paling aneh, tiba – tiba saja aku merindukan Meratus. Meratus hutan gunung
kesayanganku. Syukurlah malam ini purnama akan hadir dengan wajahnya yang
cerah. Purnama emas dengan sinarnya emas, mencium lembah, rawa dan hutan
Meratus. Dari jendela, Meratus kulihat bagai hutan gunung yang melahirkan
kejayaan. Hutan gunung yang melahirkanku. Malam ini aku akan duduk di muka
jendela, mengulang kembali kenangan indah saat meratus di hadapanku. Biar angin
gunung menampari wajahku. Akupun akan datang di gunung itu,di hutan itu, dan
margasatwa pasti akan mengelukannya sebagaimana masa kanak – kanakanku dahulu yang dirindui oleh – oleh makhluk
hutan Meratus itu. Aku akan datan kepadamu Meratus, aku akan datang………….
(suara
kakek sayup menghilang seiring lenyapnya kakek di pintu tengah)
Jonah :
Kalau kakek duduk dimuka jendela, dikala purnama datang semuanya pasti kakek
lupakan.
Abdullah :
Betul, sebab Meratus sejak dahulu adalah hutan gunung kesayangan kakek.
Jonah :
(melihat dari jendela) Anjing – anjing banyak sekali di luar rumah. Lihatlah
Abdullah.
Abdullah :
(mendekat) Sepertinya anjing – anjing itu sedang memburu sesuatu. Aneh dia
berbaris menuju tempat ini, seperti pawai yang menakjubkan.
Jonah :
Lihat, siapa yang menuju kemari ?
Abdullah :
Tampaknya, seperti Rusman yang datang lagi.
Jonah :
Adullah, aku mau menutup jendela di belakang.
Abdullah :
Jonah, kau tentunya sangat bahagia. Kau beruntung tiba – tiba saja kau dapatkan
harta yang belimpah dari kakek.
Jonah :
Kalau kau mau, aku bersedia membantumu Abdullah.
Abdullah :
Ah, semua cita – citaku kini kandas semuanya.
Jonah :
Abdullah, diantara cucu kakek, hanya engkau yang paling di sayang. Sikapmu
baik, tidak kurang pula kau begitu baik padaku, meskipun aku hanya seorang
pembantu.
Abdullah :
Peliharalah dengan baik harta peninggalan kakek.
Jonah :
Kuharapkan…… engkau bersedia mendampingiku.
Abdullah :
Kau bersungguh – sungguh Jonah ?
Jonah :
Seluruh harapanku tergantung kepada kebijaksanaanmu dan
kesetianmu.
Tapi………..
Abdullah :
Tapia pa ?
Jonah :
Kurasa… aku kurang pantas untukmu.
Abdullah :
Kenapa ?
Jonah :
Aku ini seorang pesuruh, seorang babu.
Abdullah :
Lalu engkau merasa rendah diri ?. Kau seorang wanita Jonah !
Jonah :
Tapi aku tetap seorang babu bukan ?
Abdullah :
Tidak, jangan menganggap dirimu rendah. Persoalan derajad dan kasta adalah
milik masa lalu. Sekarang semua telah musnah dilindas zaman. Demikian pula yang
diajarkan Nabi Muhammad. Persoalan kasta dan derajat harus diperangi. Dalam
kehidupanku kau adalah ratu di hatiku. Aku menyayangimu Jonah apapun statusmu.
Jonah :
(terkesima, lalu tersedu – sedu sambil menutup mukanya)
Abdullah :
Kau sebagian dari hidupku Jonah. Dan kau tentu tidak keberatan bila janji kita
mantapkan dengan sumpah karena Allah.
Jonah :
Abdullah (terharu… tak kuasa membendung tangisnya)
Abdullah :
Jonah (mendekat hendak membelainya)
Rusman :
Aneh (tiba – tiba) Sungguh mengherankan. Anjing – anjing pada melolong sambil menengadahkan
mukanya ke bulan dan sesekali menegadahkan mukanya ke jendela kamar kakek yang
terbuka lebar. Sinar bulan dengan indahnya menerangi seluruh harta kekayaan
kakek yang terkunci rapat didalam lemari.
Abdullah :
(tidak mengira kehadiran rusman secara tiba – tiba , terus masuk)
Rusman :
Kau menangismanis ?. Kau disakitinya ?
Jonah :
(menyeka air matanya) Tid…… tidak.
Rusman :
Sayangilah air matamu itu. Air mata yang menitik di pipimu yang licin itu
adalah permata yang mahal bagiku. Kau harus mengerti Jonah. Bila saja
perasaanmu itu sedih perasaankupun turut teriris – iris. Engkau ratu dalam
jiwaku.
Jonah :
Tu… tuan tidak bersama Badrun ?
Rusman :
Karena engkau ku anggap sebagai ratu kesayanganku.
Menyebabkan
rencanaku bersama Badrun menuju Meratus ku batalkan.
Jonah :
Karena aku :
Rusman :
Ya. Engkau.
Jonah :
Tuan Rusman, sadarlah, aku seorang pesuruh.
Rusman :
Itu bukan persoalan.
Jonah :
Kenapa ?
Rusman :
Begini, aku akan berikan kepadamu suatu pelajaran yang berharga
tentang
“cinta”
Jonah :
(tersipu)
Abdullah :
(muncul diam – diam dari belakang mereka)
Rusman :
Kau berusaha menengok kakek ?
Abdullah :
Apapun yang dilakukan kakek dikamarnya. Mana pernah aku berani mengganggunya ?
Rusman :
Mengganggunya ?. Hanya Jonah satu – satunya kepercayaan kakek. Dan hanya
Jonahlah yang mendapatkan izin istimewa dari kakek untuk masuk kekamarnya.
Sedang kita atau siapa saja adalah maling bagi kakek. Karena itu bukan saja
kakek yang sayang kepada Jonah. Akupun demikian juga Abdullah. Karena aku
mencintai dia.
|
Abdullah :
Rusman :
Jangan kaget. Tenang saja. Nah sekarang aku akan memberikan pelajaran berharga
bagi Jonah, bagaimana cara bercinta menurut tingkatan orang terpelajar. Cinta
akan mempunyai nilai yang tinggi bila
pelaku cinta itu seorang yang terpelajar.
Jonah :
Kau tau aku cuma seorang babu dirumah ini. Maafkan saya. (masuk tapi dicegah
oleh Rusman)
Rusman :
Jangan kau pergi,manis. Engkau ratuku, bukan ?
Abdullah :
Rusman, jangan kau ganggu dia.
Rusman :
Ini penting, sebab cinta adalah sumber tegaknya tonggak kebahagiaan. Dan dari
segi kebahagiaan inilah saya memandangnya, bahwa pendidikan cinta adalah salah
satu sisi kemuliaan, untuk suksesnya pembangunan di bidang mental spiritual.
Jonah :
(menghindar) maafkan saya tuan Rusman.
Rusman :
Kau anggap aku Belanda di zaman penjajahan ? ketahuilah sayang, antara kau dan
aku tidak sebuah jurangpun dapat memisahkannya.
Jonah :
Sekali lagi maafkan, saya bukan orang terpelajar. Tidak pantas untuk tuan.
Rusman :
Sekarang sudah dapatku tebak, bahwa di hatimu telah terselip
pengertian
cinta itu. Walau cuma sekelumit.
Abdullah :
Jonah, ku pikir lebih baik kau tengok kakek, mungkin dia perlu
sesuatu.
Jonah :
Benar, hari sudah malam. Maafkan tuan Rusman. (ingin masuk)
Rusman :
(menarik tangan Jonah) Jonah, percayalah…………..
Abdullah :
Rusman, lepaskan dia.
Rusman :
(bersikap mesra) Bahkan untuk menciumupun, tak seorangpun dapat
melarangku.
Abdullah :
Cobalah kau perlakukan dia dengan buruk. Aku tidak akan tinggal
diam.
Jonah :
Lepaskan aku.
Abdullah :
Lepaskan dia kataku !
Jonah :
(meronta) Lepaskan aku. (lepas langsung masuk)
Rusman :
Kau anak kecil Abdullah. Pasantrenmu telah mengebiri dirimu pada
perempuan.
Jonah seorang perempuan malang.
Dia seorang diri. Bagiku dia adalah seorang perempuan yang akan dapat memuaskan
nafsu. Oleh sebab itu, ke peringatkan. Jangan coba kau ganggu aku lagi.
Abdullah :
Apakah hakmu terhadap diri Jonah.
Kau
sewenag – wenang memperlakukannya.
Rusman :
Dan apa artinya bagimu seorang perempuan itu ? (senyum mengejek)
Kasih
sayang ?. atau coba – coba jatuh cinta. Abdullah, Abdullah kau jangan mimpi.
Abdullah :
Aku memang mencintainya…….
Rusman :
(terbahak)
Abdullah :
Kenapa kau ketawa. Apakah itu lucu ?
Rusman :
(masih sangat terrtawa) Ya, memang sangat lucu. Kau masih kanak – kanak adikku.
Lebih – lebih kau adalah seorang santri. Seorang santri tradisional, yang
mengaku hidup maju dalam teknologi modern.
Abdullah :
Tapi kelaki – lakianku tidak pernah kuboroskan untuk poya – poya atau pesta
tidak karuan.
Rusman :
Justru itu kebodohanmu, senyum dibibir perempuan serta kerdip
matanya
kau sangka cinta. Adikku cinta seorang laki – laki santri panatis seperti kau
tidak lebih dari cinta kanak – kanak.
Abdullah :
Kau masih menganggap aku kanak – kanak ?
Rusman :
Kau diborgol oleh cinta yang cuma seluas batok tempurung. Sempit dan picik
Abdullah :
Kau tidak boleh mengganggu dia.
Rusman :
Tampaknya perempuan Jonah seperti sebuah rolet saja.
Kau
dan aku saling mengadu untung diatasnya. Percayalah aku berani bertaruh bahwa
nasib untung jatuh kepada nilai – nilai dinamika perasaan, perbuatan dan cumbu
rayu. Sedang dengan sikapmu yang pasif dan perbuatan – perbuatan yang
menadahkan tangan kelangit jelas akan merugikan dirimu sendiri.
Abdullah :
Kau harus menghargai hak dan perasaan orang lain.
Rusman :
Perasaan ?, Aku selalu menghargainya. Perasaanku kepada Jonah,
hanya
satu, yakni cinta dan birahi. Karena itu aku berbuat dan aku hendak
memilikinya.
Abdullah :
Jonah tidak boleh kau rampas !. perampok.
Badrun :
(tiba – tiba keluar) Apa ? Perampokan ??
Siapa
yang dirampok. Hei, Abdullah kau teriak tentang perampokan, rumah yang terlalu
sunyi ini, adakah yang berniat untuk merampok isinya? Toh tidak ada gunanya.
Abdullah :
Perampok itu ada dihadapanmu sekarang.
Badrun :
Rupanya sementara aku tidak ada dirumah ini, ada diantara saudaraku yang ingin
menguasai harta kakek dengan diam – diam. Rusman, hendak kau kubur dimana harta
kakek.
Rusman :Tidak.
Tidak terlintas sedikitpun bagiku tentang harta kakek.
Abdullah :
Persoalannya mengenai diri Jonah.
Badrun :
Cinta ??
Abdullah :
Yah. Dia mencumbu Jonah di mukaku.
Badrun :
Dan kau merasa terganggu ?
Terganggu
Karena alasan hukum yang di ajarkan oleh Nabi ?
Abdullah :
Dia akan melarikan Jonah !
Badrun :
Lantas mengawininya, begitu ?. ini penghianatan namanya.
Rusman :
Salahkah aku kalau Jonah juga mencintaiku ?
Badrun :
Cinta, karena disebabkan, adanya keinginan untuk menguasai. Ini
berarti
penghianatan.
Abdullah :
Tentu saja dia ingin menguasai harta kekayaan kakek.
Rusman :
Prosedur hukum memang demikian.
Badrun :
Dalam keadaan rumah tangga yang gawat seperti sekarang ini nilai –
nilai
hukum akan kehilangan arti. Hukum dan undang – undang Pemerintah yang saya
maksudkan. Tapi besar sekali kemungkinannya akan tercipta hukum – hukum yang
lain. Hukum rimba misalnya.
Rusman :
Kau terlalu mutlak Badrun.
Badrun :
Pemberontakan terhadap ketentuan yang ada,
dan
dari penyesuaian dengan kondisi dan situasi, maka sikap yang bersifat sensitif
bukanlah sesuatu yang aneh. Hidup tidak berhenti pada suatu titik saja. Hidup
dan kehidupan memang ritmis dan romantis. Namun dinamika dan pembantaian
terhadap perasaan jujur, harus selalu segar. Disinilah letak keprihatinanku
dalam aku mencapai titik – titik kehidupan yang sebenarnya. Hancurkan lantas
kuasai. Inilah rumus masa kini, dimana kekuasaan yang paling atas akan
didapatkan.
Abdullah :
Pendirian yang demikian memang baik. Tapi kekuasaan Tuhan ?
Badrun :
Tuhan soal keseratus.
Rusman :
Disinilah letak kelemahanmu itu Badrun. Setiap manusia punya ambisi.
Persoalannya terletak pada kebebasan dan kenabian.
Badrun :
O, rupanya rumus kenabian yang kau pakai untuk memiliki kekuasaan dalam
hidupmu. Cara seperti inilah yang dapat kita katakan suatu cara wadanisme,
sebuah tipu muslihat yang kepalang tanggung. Banci. Rusman kau bukan laki –
laki.
Abdullah :
Itu tidak benar. Dia laki – laki yang berbahaya. Diam – diam ingin menguasai.
Bahkan Jonah ingin dia miliki.
Badrun :
Kau selalu kuatir terhadp dirinya Jonah.
Kekuatiran
itu sangat mencurigakan. Rupa – rupanya bintang cemerlang yang sedang mendaki
dikenignya Jonah telah menjadi rebutan saat ini. (tertawa) Saat ini adalah saat
yang paling tepat untuk mencari kemenangan dari sebuah perlombaan. Baik…….
Abdullah kau satu – satunya orang yang setuju terhadap penderitaanku. Kita akan
menghadapi Jonah secara jujur. Mari kita berkompetisi, siapa yang berhak memiliki
Jonah. Nah cepat kau panggil dia.
Abdullah :
(menurut saja, tapi dimuka pintu berhenti)
Badrun :
Kenapa ?
Abdullah :
Kau tidak akan melakukan kekerasan bukan ?
Badrun :
Panggil dia, dan usahakan supaya kakek hadir di ruangan ini.
Abdullah :
(keluar)
Rusman :
Badrun, kau akan memakan Jonah ?
Badrun :
Dan kau sudah berhasil ?
Rusman :
Kau menggangguku, kalau Jonah harus kupaksa di hadapan Abdullah, ini adalah
alasan yang baik untuk menghapuskan perbuatan kita.
Jonah :
(keluar sambil menangis merapikan pakaiannya yang tidak beres)
Rusman :
Kau, menangis lagi sayang ? air matamu adalah butiran mutiara bagiku.
Jonah :
Bajingan (menyerang Badrun)
Rusman :
Mengapa ?
Jonah :
Binatang !... Kau hancurkan aku.
Badrun :
(ketawa dengan penuh kemenangan)
Rusman :
Kau diganggunya sayang ?
Jonah :
(makin keras tangisanya)
Rusman :
Badrun, kau sudah mendahuluinya ?
Badrun :
Suatu alasan yang tepat untuk menghapuskan sebuah rahasia. Ini demi penyusunan
taktik, dengan penyesuaian hukum yang berlaku (tertawa)
Abdullah :
(keluar tiba – tiba) Badrun ! Lihat, di kamar. Pembunuhan !
Jonah :
Apa ?. Kakek terbunuh ! (hendak bangkit tapi dihalangi oleh Badrun)
Badrun :
(sikap penguasa) Tak seorangpun diantara kita yang boleh bergerak sementara
saya menengok kakek di kamarnya.
(menghilang
kedalam, Abdullah pingsan dikorsi tamu, rusman tertawa gembira)
Rusman :
(tertawa) Kakek mati terbunuh ? Ya, ya…. Tidak mengapa.
(mendekati
Jonah yang lunglai di korsi)
Jonah,
kau selalu beruntung. Rupa – rupanya kakek punya firasat tentang kematiannya,
sehingga seluruh hartanya di hibahkan kepadamu. Kini kakek sudah tiada lagi.
Tinggallah seluruh kekayaannya, oleh karena itu kita segera kawin. Jonah, kau
harus jawab dengan tegas, bahwa kau tidak suka bersama Badrun. Dan kau harus
tegaskan pula bahwa akulah satu – satunya pilihan hatimu.
Abdullah :
Rusman.
Badrun :
(muncul di pintu)
Rusman :
(melihat tajam kearah Badrun) Benarkah kakek mati terbunuh ?
Badrun :
Ya…… kau pembunuhnya !
Rusman :
Aku ?, (ketawa) Lucu. Lucu sekali ! Para
malaikat saja pasti bersedia menajdi saksi, bahwa bukan aku pembunuhnya.
Badrun :
Lalu siapa ?
Rusman :
Aku tidak tahu.
Wah,
aku kasihan melihat air susu itu. Tak seorangpun yang sudi meyentuhnya. Suatu
pesta yang gagal dari kejadian yang berhasil. Waktu kakek hidup, beberapa detik
yang lalu telah berpesan agar pesta tetap diteruskan.
Baiklah.
Aku akan minum air susu ini, sebagai cucu tercinta.
(menuangkannya
kedalam gelas, mengangkat keudara)
Semoga
Tuhan melapangkan kakek disurga. (mereguknya) Nah, pesta pertama sudah selesai.
Sekarang saya lanjutkan dengan pesta kedua.
(mendekati
Jonah dan berdiri disampingnya serta sesekali lagi menundingkan gelasnya kepada
Badrun dan Abdullah) Berbahagialah cucu tercinta yang bakal kawin dengan babu
yang baik hati (minum)
Badrun :
Manusia jahanam !. Ayo, katakana, siapa pembunuh itu ?
Rusman :
Katakan !. Artinya ada yang melakukannya. Sedang sekarang tak
seorang
pun yang melihat siapa pembunuh itu. Kita hanya dapat mengetahui siapa pembunuh
itu kalau diantara kita mau berterus terang mengakuinya.
Badrun :
Kau, Abdullah ?
Abdullah :
Waktu kalian berencana untuk membunuh kakek, akulah yang paling
menantang.
Badrun :
Tapi sejak aku datang, cuma kau sendiri yang berada didalam. Bahkan kau melarangku
jangan sampai mengganggu kakek.
Abdullah :
Tapi aku tidak membunuhnya.
Badrun :
Salah seorang dari kita mesti membayar darah kakek dengan darahnya sendiri.
Abdullah :
Badrun. Jangan, jangan kau bunuh aku. Aku tidak membunuhnya
(terancam
dan terpepet)
Jonah :
Tuan Badrun ! Kalau kau membunuh Abdullah, bunuhlah pula aku.
Aku
harus mati bersama. Dia bakal suamiku.
Badrun :
Benar seperti dugaanku….. jadi kalian sepakat hendak akwin. Berarti
kalian
berdua sepakat membunuh kakek, sebab surat
warisan telah kau kuasai. Kalau begitu karena kau yang membuat pangkal bencana
ini, engkaulah yang harus menebus darah kakek.
Jonah :
Tapi saya bukan pembunuh itu.
Badrun :
Berdustalah terus. Dan dustamu tidak bakal menyelamatkan nyawamu.
Rusman :
(merintih) Aduh…… dadaku. Dadaku terbakar.
Badrun :
Hari ini juga pisau belatiku ini meminum darah.
Abdullah :
Aku takan diam bila kau membunuh Jonah.
Rusman :
Kalian bo… doh… se… mu…. aaa. Masih ada yang me…. nu…. duh.
Tak
ada yang be… rr…. ra…. ni me…. nga…..
ku….. oh…… dada…. ku…… hangng….. uuss……..
Abdullah :
Peristiwa ini tidak bisa didiamkan. Kita perlu petugas keamanan.
Jonah,
segera kau panggil Polisi.
Rusman :
Jaa….ng….ngan…. aku….aku….. tak….su…ka… po…li….si…..
Badrun :
Hanya pisau ini yang patut bicara.
Abdullah :
Jonah, jangan takut. Keselamatan jiwamu ku jamin. Pergilah cepat
panggil
Polisi.
Badrun :
Aku melarangnya, Tidak seorangpun boleh berajak dari rumah ini. Aku akan
selesaikan sendiri. Jonah, kau harus kubunuh !
Rusman :
Yah… untuk alasan bahwa, kakek… ma…ti… dari tangan orang lain. Oh… dadaku……
tolong Abdullah……. to….long… a….ku… da….da… ku…… terbakar.
Abdullah :
Kenapa Rusman (memanggilnya)
Badrun :
(heran melihat Rusman)
Rusman :
Min…ta. air. Aduh…. dadaku hangus. Panas sekali. Air…………..
(Abdullah
menuangkan air dari teko)
Badrun :
Jonah. Mari kita kedalam. Tidak usah takut. Ayoh !
(Jonah
mundur di desak Badrun. Akhirnya Badrun dan Jonah menghilang di pintu tengah)
Abdullah :
Minumlah Rusman. Dadamu panas sekali.
Darah
memercik di tenggorokanmu. Kenapa, kenapa, Rusman ? Minumlah.
Rusman :
Tidak. Air susu itu…. tidak….. susu beracun ! aku diracuni. Kakek
penghianat.
Kakek pembunuh. Kau kau bunuh kita semua. Kakek tidak suka kita. Tidak pada
Jonah. Palsu. Dusta….. tidak ada surat
warisan…… ti………….dak…………….
Abdullah :
Lalu siapa pembunuh kakek ?
Rusman :
Kakek minum racun sendiri.
Abdullah :
Tapi perut kakek robek ?
Rusman :
A…..dd….uhh… da…..da….ku…. aku mau mati. Abdull…ll…ah.
Abdullah :
Katakan….. katakan Rusman…. siapa yang melukai kakek.
Rusman :
Kakek…. Ee…. Badrun….. mengira….kakek…. belum mati.
Kakek….di…ser…gappp…..nya.
dari belakang. Lalu ditikamnya perut….. ka….kek……
Abdullah :
Badrun ??
(terdengar
jeritan histeris perempuan, merintih kesakitan)
Rusman :
Lekas……… Abdullah…. bantu Jonah……… perempuan itu pasti
juga
di bunuhnya. Bantulah dia cepat… Oh…. Abdullah… maa…aaff kan aku….
(terkulai
lemas)
Abdullah :
(masuk kedalam membantu Jonah. terdengar ketawa kurang ajar suara Badrun)
Badrun :
(percikan darah di tangannya) Ha…ha… angin dan angin.
Perempuan
itu angin dan juga laut. Angin dan laut saling berpagut dan lahirlah badai yang
dahsyat. (ketawa) Pestaria diatas darah dan dada (ketawa Iblis) Ah… aku haus,
haus darah… ah…. Ini dia… air susu kedamaian….. (menuang kegelas dan mereguknya
dengan lahap) Air ini masih hangat. Tentu masih lezat.
Abdullah :
(masuk dengan wajah muram dan dendam)
Badrun :
(ketawa mengejek) Wajahmu murung Abdullah. Wajah yang paling
buruk
adalah wajah orang sedih.
Abdullah :
(dengan dendam) Badrun ! memang sudah saatnya kau mengakhiri
kebiadabanmu.
Dosa – dosamu akan berbicara sendiri dan segera akan membinasakan dirimu
sendiri. Berapa banyak korban dari kebiadabanmu. Aku juga hampir saja jadi
korban fitnahmu. Setelah kakek kau bunuh. Jonah pula engkau sembelih. Biadab
kau. Kau pantas menerima ganjaran.
Badrun :
(ketawa) Akhirnya kau mengetahui juga. Apakah kau masih sempat
berpesta
diatas dada perempuan itu ?
Abdullah :
Jonah telah kau perkosa. Lalu kau bunuh dengan kejam. Kau manusia binatang. Kau
biadab, jahat. Kau Iblis. Aku akan menuntutmu. Hukuman akan mengantarmu ke
gerbang bunuh. Aku akan panggil Polisi. Orag – orang kampung akan datang
mengeroyokmu. Sekarang kau tidak akan bisa lari lagi. (berlari keluar
tinggalkan Badrun dan segelas air susu)
Badrun :
(ketawa) Memanggil Polisi ? Ah, bias. Polisi cuma sekumpulan
manusia
yang dilengkapi dengan pakaian seragam
dan tanda pangkat. Polisi cuma tukang borgol. Aku akan buktikan bahwa aeribu
borgol akan luluh diamlaskan emas. Aku akan buktikan bahwa hartalah yang paling
berkuasa. Hah…. Aku haus… haus air susu dan haus darah. (minum).
Susu
dan darah sama lezatnya (ketawa).
Hei,
Rusman… bangun. Kita akan bagi harta warisan ini. Aku cucu tertua. (memegang
dada) Yah… aku cucu tertua dan aku pewaris syah harta kakek. Malam ini (dadanya
terasa terbakar) Ah…apa ini ? dadaku terasa terbakar. Rusman bantu aku Rusman.
Ayo cepat bangun…. Polisi segera akan datang. Cepat kuburkan kakek dan
lemparkan mayat Jonah. Oh…… dadaku……. pecah…… Rusman….. (terkejut pada suatu
bayangan yang menghantu) Siapa…kau… jangan coba – coba merampas hartaku. (pada
bayangan lain) Hah…. Kau masih hidup kek ?
Kau
tidak boleh mengambil kembali hartamu. Aku telah menguasai sepenuhnya. Hei…
kenapa orang – orang itumendekat (terdengar suara – suara orang menimpa suara –
suara lain dalam bayangan yang menusuk dari bawah) Kalian telah menyerangku.
Aku tidak akan kalah (merasakan sakit didadanya). Kenapa dadaku ?... Hangus……
(mengambil gelas dan membauinya) Racun… ?? Tidak !! aku tidak boleh mati. Aku
tidak akan mati. Oh…… dadaku…….
Abdullah :
(muncul) Dosa dan kebiadabanmu akan berakhir disini.
Badrun :
Tapi aku tidak bisa mati. Ayo……. seranglah aku. Aku menantangmu. Aduh…… dadaku.
Dadaku ditikamnya. Abdullah kau curang.
Kau
kejam…… ad…..dduuuhhhh…. (jatuh lunglai)
Abdullah :
(Dengan nafas terengah – engah, gelisah sedih, terharu. Menuangkan air susu
mengangkat dan menundingkan keudara) Pergilah wahai roh – roh jahat. Impin
besok dilandasi oleh keharuan dendam dan air mata, bersama wajah emas di bulan
emas. (terdengar langkah sepatu diluar)
Dunia….
akan bicara sendiri.
di……
tengah pusaran angin topan.
Tentang
bulan.
Tentang
emas.
Tentang
darah.
dan
peristiwa di jendela kakek.
(sadar
langkah diluar. Sekali lagi menundingkan gelas keudara kemudian melemparkan.
Abdullah segera menuju pintu dan menyerahkan tangannya untuk ditangkap
petugas.)
******************* SELESAI
********************
|
Reproduksi, 01 April 2005
Kelompok Studi Seni
Sanggar Budaya Banjarmasin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar