TEATER KOMEDI SATU
BABAK
PENAGIH HUTANG /
ORANG-ORANG KASAR
Karya :
Anton P. Chekov
Para
Pemain
Baitul Bilal :
Nyonya Martopo :
Mandor Darmo :
|
Tempat terjadi : Disuatu daerah
perkebunan kopi di Jawa Timur. Suatu daerah yang beralam indah dan kaya, segar,
disanalah pemilik perkebunan mempunyai rumah yang besar, bagus dan mewah,
mereka suka memelihara kuda dan waktu senggang mereka suka berburu tupai atau
burung. Mereka suka pula bertamasya dengan kereta dan kuda mereka yang bagus.
Ketika layar dibuka tampaklah kamar tamu di rumah Tuan Martopo yang mewah,
perabotan di kamar tamu itu serba bagus. Di dinding terdapat tupai-tupai yang
diisi kapas terpaku dengan lucu, juga terdapat tanduk-tanduk rusa,
burung-burung yang berisi kapas
dijadikan hiasan disana sini. Sedang dilantai merebahlah harimau yang dahsyat
tentu saja. Disana juga terdapat bermacam golok, pedang dan senapan angin yang
tersimpan disebuah lemari kaca besar. Pada suatu hari kira-kira jam dua belas
siang di kamar tamu yang mewah itu, Nyonya Martopo, sang janda duduk di atas
sofa sambil memandang dengan penuh lamunan ke gambar almarhun suaminya yang
gagah dan berkumis tebal itu, dan
masuklah Mandor Darmo yang tua itu.
Darmo Lagi-lagi saya jumpai nyonya dalam
keadaan begini seperti ini. Hal ini
tak bisa dibenarkan, nyonya martopo.
Nyonya menyiksa diri, koki dan babu bergurau
sabil memetik tomat, semua yang bernafas sedang
menikmati hidup ini, bahkan kucing kitapun tahu
bagaimana berjenakanya dan berbahagia berlari-lari
kian kemari dihalaman rumah, berguling- guling
dirumputan dan menangkapi kupu-kupu, tetapi
nyonya memenjarakan diri nyonya sendiri didalam
rumah seakan-akan seorang suster di biara. Ya,
sebenarnyalah bila dihitung secara tepat nyonya tak pernah meninggalkan rumah ini selama tidak kurang dari satu tahun.
Nyonya Kenapa saya harus pergi keluar?
Riwayatnya sudah tamat. suamiku terbaring dikuburnya, dan sayapun telah
mengubur diri saya sendiri dilam empat dinding. Kami berdua telah sama-sama
mati.
Darmo Ini lagi, ini lagi ! ngeri saya
mendengarnya, sungguh ! Tuan martopo telah mati itu kehendak Gusti Allah, dan
Gusti Allah telah memberikannya kedamaian yang abadi. Itulah yang nyonya ratapi
dan sudah sepantasnya nyonya menyudahinya. Sekarang ini waktunya untuk berhenti
dari semua itu. Orang toh tak bisa terus menerus melelehkan air mata dan
memakai baju hitam yang muram itu ! Isteri saya pun meninggal dunia beberapa
tahun yang lalu. Saya berduka cita untuknya, sebulan penuh saya melelehkan air
mata, sudah itu selesailah sudah. Haruskah orang berkabung selama-lamanya ? Itu
sudah lebih dari yang sepantasnya untuk suami nyonya ! (IA MENGELUH) Nyonya
telah melupakan semua tetangga nyonya, nyonya tak pergi keluar dan tak menjamu
seorangpun juga. (MENYANJUNG) Oh, nyonya, nyonyaku, nyonya masih muda dan
cantik ! Ah, seandainya memberi kesempatan pada semangat nyonya yang remaja
itu…. kecantikan toh tak akan abadi ! jangan sia-siakan ! Apabila sepuluh tahun
lagi nyonya baru keluar kepesta itu sudah terlambat.
Nyonya (TEGAS) Saya minta jangan bicara
seperti itu lagi. Pak darmo telah tahu bahwa sejak kematian mas martopo, hidup
ini tak akan ada harganya lagi bagi saya..
Darmo Adakah faedahnya kata-kata semacam
itu, bila lebih patut nyonya berjalan keluar atau memerintahkan orang memasang
kuda kesayangan kita si toby dan si taro di depan kereta, dan kemudian pergi
pesiar ataupun mengunjungi para tetangga…
Nyonya (MENANGIS) Oh…!
Darmo (SETELAH KEHERANAN SEJENAK)
Nyonyaku, nyonyaku ! ada apa ? Nyonya martopo, demi Tuhan ada apa ?
Nyonya Suamiku sangat mencintai kuda itu,
si Toby itu ! Ia selalu mengendarainya apabila meninjau kebun-kebun, bahkan ia
pernah pula membawanya mendaki gunung bromo ! Ia sangat gagah kalau naik kuda !
Alangkah gayanya apabila ia menarik kekang kuda dengan tangannya yang perkasa
itu ! Toby, toby, berilah ia rumput dua kali lipat hari ini.
Darmo Baiklah, nyonya, baik ! (BEL
DIBUNYIKAN ORANG DENGAN KERAS)
Nyonya (GUGUP) Siapa itu ? Saya tak mau terima tamu !
Darmo Baik nyonya..! (IA PERGI KELUAR,
KEPINTU TENGAH)
Nyonya (MENATAP GAMBAR SUAMINYA) Engkau
akan melihat, martopo, betapa aku dapat mencintai dan mengampuni. Cintaku bisa
mati hanya bila akupun mati. (IA TERSENYUM MELELEHKAN AIR MATANYA). Dan
tidaklah engkau baik dan setia, aku telah memalu ? aku adalah isteri yang
mengurung diriku sendiri dan saya akan tetap tinggal setia sampai mati, dan
kau, kau, kau tak punya malu, monyet yang tercinta ! Kau selalu mengajak
bertengkar dan meninggalkan aku berminggu-minggu lamanya (DARMO MASUK DENGAN
GUGUP).
Darmo Nyonya, ada orang ingin bertemu
dengan nyonya, mendesak untuk bertemu dengan nyonya..
Nyonya Sudah saya katakan bahwa sejak
kematian suami saya, saya tak mau menerima seorang tamupun..
Darmo Sudah, tetapi ia tak mau
mendengarkannya, katanya urusannya sangat penting..!
Nyonya Sudah saya katakan tidak menerima
tamu !
Darmo Saya sudah berkata begitu, tetapi
ia orang yang ganas, ia mencaci maki dan nekad saja masuk kedalam kamar, dan ia
sudah menerobos kekamar makan..!
Nyonya (MARAH SEKALI) Baiklah !
Bawa dia kemari ! Orang tak tahu adat ! (DARMO KELUAR / PINTU TENGAH).
Orang-orang tanpa guna, apa pula yang mereka kehendaki dari saya ! (MENGELUH) Ya, sekarang sudah tenang, saya harus masuk
biara. (MERENUNG) Ya, biara !
Bilal (KEPADA DARMO) Orang goblok ! engkau terlalu banyak omong
! Engkau keledai ! (MELIHAT NYONYA MARTOPO, SOPAN). Nyonya, saya
merasa terhormat untuk memperkenalkan diri saya, Mayor Laskar Rakyat di jaman
Revolusi, sekarang mengundurkan diri dan menjadi pengusaha per-kebunan, adapun
nama saya… Baitul Bilal… Saya terpaksa menggangu nyonya untuk suatu urusan yang
luar biasa mendesaknya.
Nyonya Tuan mau apa ?
Bilal Almarhum suami nyonya, dengan
siapa saya merasa beruntung bisa bersahabat, meninggalkan kepada saya dua bon
yang jumlahnya dua belas ribu rupiah. Berhubung saya harus membayar bunga untuk
sebuah hutang di bank rakyat besok pagi, maka saya akan memohon kepada nyonya
hendaknya nyonya sudi membayar hutang tersebut hari ini…
Nyonya Dua belas ribu… suami saya mengebon
apa saja pada tuan..?
Bilal Eee… macam-macam, beras,
kacang, kedelai, minyak dan oh, ya… dan juga rumput untuk kuda-kudanya..
Nyonya (DENGAN MENGELUH KEPADA DARMO) Oh,
rumput.. pak darmo jangan lupa bahwa si toby harus diberi rumput dua kali lipat
hari ini (DARMO KELUAR. KEPADA BILAL) Bila mas martopo berhutang kepada tuan,
tentu saja saya akan membayarnya, tapi sayang hari ini uangnya tidak pada saya.
Besok pagi bendahara saya akan kembali dari kota
dan saya akan memintanya untuk membayar apa yang sepantasnya harus tuan
terima., tapi pada saat ini saya tak bisa memenuhi per-mintaan tuan, lebih dari
pada itu bari
tepat tujuh bulannya suami saya, meninggal dunia dan saya tidak bernafsu untuk
membicarakan masalah uang...
Bilal Dan saya sangat bernafsu untuk
bunuh diri bila saya tak bisa membayar bunga hutang saya besok pagi, mereka
akan menyita perkebunan saya !
Nyonya Besok lusa tuan akan menerima uang
itu
Bilal Saya tak membutuhkannya besok
lusa tapi hari ini..!
Nyonya Saya menyesal, tapi hari ini saya
tak bisa membayar
Bilal Dan saya tak bisa menunggu
sampai besok lusa
Nyonya Tapi apa daya saya kalau saya memang
tak punya uang hari ini ?
Bilal Jadi nyonya tak bisa membayar ?
Nyonya Tidak bisa !
Bilal Ha ! Itukah kata nyonya yang
terakhir ?
Nyonya Yang terakhir.
Bilal Sungguh-sungguh ?
Nyonya Sungguh-sungguh.
Bilal Terima kasih (MENGANGKAT BAHU)
Dan mereka mengahapkan saya untuk menahan diri. Penagih pajak di jalan tadi
bertanya kepada saya kenapa saya selalu kuatir ? Saya membutuhkan uang, saya
merasa leher saya terjerat. Sejak kemarin pagi saya meninggalkan rumah saya
diwaktu hari masih subuh dan menagih hutang kesana kesini… kemudian menginap
dirumah penginapan terkutuk itu, didalam kamar yang sempit dengan balai penuh
dengan kepinding ! Dan akhirnya saya sekarang meng-harapkan untuk menerima uang
sekedarnya dan nyonya cuma bilang “tidak bernafsu”, kenapa saya tidak boleh
kuatir begini halnya ?
Nyonya Saya kira saya telah cukup
menjelaskannya, bahwa bendahara akan kembali dari kota dan kemudian tuan akan mendapatkan uang
tuan kembali..
Bilal Saya datang bukan untuk bertamu
dengan bendahara nyonya, saya datanguntuk bertamu dengan nyonya. Saya tak
peduli dengan bendahara itu ! Demi setan tak peduli, ee… maafkan bahasa ini !
Nyonya Sesungguhnyalah tuan, saya tak biasa
dengan bahasa itu ataupun tingkah laku seperti itu. Saya tidak bernafsu untuk
berbicara lebih lanjut ! (IA PERGI KEKIRI)
Bilal Apa bisa kukatakan sekarang ?
Tidak bernafsu, Cih.. Tapi saya harus membayar bunga bank bukan ? Suaminya mati
begitu saja, bendaharanya pergi entah kemana, semoga dimakan setan dia !
Sekarang terangkanlah, apa yang harus saya lakukan ? Apakah saya harus lari
dari penagih bank itu dengan helikopter, ataukah saya harus membenturkan kepala
saya ketembok batu ? Ketika saya datang
ke sugardo itu untuk menagih hutang, ia pakai taktik “tak ada dirumah” dan
irwan itu terang-terangan saja berlari sembunyi, saya telah pula bertengkar
dengan si karto dan hampir-hampir saya lempar ia keluar jendela, marno
pura-pura sakit, dan wanita ini tidak bernafsu katanya..! Tak seorangpun
diantara mereka mau membayar hutang-hutang mereka, mereka terlalu sopan santun
! saya terlalu lembut hati terhadap mereka !
Tapi tunggulah saya tak akan membiarkan seorangpun memperdayakan saya,
setan akan menghajar mereka ! saya akan tinggal di sini dan tak akan beranjak
sebelum ia membayar utangnya…! Brrr
! Betapa marah saya. Betapa hebat marah saya, segenap urat saya gemetar karena
marah dan saya hampir-hampir tak bisa bernafas. Oh.. sampai-sampai saya hampir
sakit, Syetan (IA MEMAGGIL) Mandor ! (DARMO MASUK)
Darmo Ada apa ? Tuan ?
Bilal Ambilkan saya kwas dan sitrum
(DARMO KELUAR) Nah, apa yang bisa kita
perbuat, ia tak punya uang kontan di dompetnya ? Logika macam apa ini ? Saya
merasa terjerat leher saya, membutuhkan uang dengan sangat, dan hampir-hampir
bunuh diri, dan ia tak mau membayar utangnya sebab ia tak bernafsu untuk
memperbincangkan masalah uang, inilah logika perempuan ! Itulah sebab saya
benci bicara dengan perempuan dan sekarang ini benci saya sangat luar biasa.
Lebih baik saya duduk diatas kotak dinamit yang siap untuk meledak dari pada
berbicara dengan perempuan ! Brr ! Saya
merasa dingin seperti es, soal ini menyebabkan saya sangat marah. Melihat
mahluk yang romantis seperti dia itu dari jauh saja sudah cukup untuk membuat
betis saya jadi Kram ! Ini sudah cukup untuk mebuat orang berteriak minta
tolong ! (MASUK DARMO).
Darmo (MEMBERIKAN SEGELAS AIR, KWAS) Eh,
maaf tuan, nyonya martopo sakit dan tak
mau bicara dengan tamu..
Bilal Minggat, Minggat ! (MANDOR
PERGI) Sakit dan tak mau bicara dengan tamu !
Baiklah, boleh saja. Sayapun juga tak mau bicara ! Saya akan duduk disini dan tinggal disini sampai kau
bayar hutang saya. Kalau sakit seminggu, saya akan duduk disini seminggu, kalau
kau sakit setahun, saya akan duduk disini setahun. Seluruh isi sorga menjadi saksinya saya harus mendapatkan kembali uang
saya ! Mau tak mau mengguncangkan saya dengan duka citamu itu dan juga tidak
dengan alis matamu yang bagus itu. Bah ! aku tak lagi heran melihat alis matamu
itu! (IA BERTERIAK KELUAR JENDELA)
Hooii.. lepaskan kudanya dari kereta, kita tak yakin akan buru-buru
pulang, Saya akan tinggal disini. Katakan pada orang-orang dikandang itu supaya
memberinya rumput. Dua kali lipat ! Kuda yang kiri itu rewel sekali. Jangan
dipukul goblok ! Ya, ya, Boleh juga dipukul tapi pelan-pelan saja ! Nah !
Begitu….. (MENINGGALKAN JENDELA) Jahanam
betul ! Panasnya tak terkira, tak ada
uang, semalam tak bisa tidur, dan sekarang, baju berkabung yang hitam dan tidak bernafsu. Akh, kepala saya sakit
mungkin saya harus minum. Ya, saya harus minum (MEMANGGIL) Mandor ! Pak Mandor
! (DARMO MASUK)
Darmo Ada apa ? Tuan ?
Bilal Saya minta minum (DARMO KELUAR,
BILAL MENUNDUK DAN MELIHAT PADA PAKAIANNYA)
Ugh ! Gagalnya sudah nyata ! Tak bisa dibantah lagi, debu, sepatu kotor,
belum mandi, belum bersisir, jerami mengotori pakaian… Nyonya itu barangkali
mengira saya ini seorang garong (IA MENGUAP) Memang kurang sopan masuk keruang
tamu seperti ini. Nah, ya, ya tak ada salahnya sampai saya datang kemari tidak
sebagai tamu. Saya penagih hutang, dan tak ada pakaian yang khusus bagi penagih
hutang !
Darmo (MASUK DENGAN SEGELAS KWAS) Wah,
tuan nampak bebas betul disini.
Bilal (MARAH) Apa..?
Darmo Saya… saya hanya… Eee…
Bilal Kepada siapa kau tujukan
ucapanmu ? Diam ! Tak usah ngomong !
Darmo (MARAH) Kacau ! Kacau ! Orang ini
tak mau pergi ! (KELUAR)
Bilal Syetan, betapa marahnya saya !
Cukup marah untuk dilempari seluruh dunia dengan Lumpur. Sampai Saya merasa
sakit ! Mandoor ! (NYONYA MARTOPO MASUK DENGAN MATA MEREDUP KEBAWAH)
Nyonya Jadi Tuan belum pergi juga. Tuan
selama hidup saya saya yang sepi ini, saya tak bisa mendengar suara manusia dan
tak bisa mendengar bicara orang keras-keras. Saya minta kepada Tuan sukalah
hendaknya supaya tidak mengganggu kedamaian saya.
Bilal Bayarlah saya, dan saya akan
pergi.
Nyonya Tadi sudah saya katakan dengan
jelas, dalam bahasa Indonesia,
bahwa saya tak punya uang kontan, tunggulah samapi besok lusa..!
Bilal Dan sayapun merasa terhormat
untuk menerangkan kepada nyonya, juga dalam bahasa Indonesia, bahwa saya membutuhkan
uang sekarang, tidak besok lusa.
Nyonya Tapi apa daya saya bila saya tak
punya uang..?
Bilal Jadi Nyonya tak akan membayar
segera ? Begitu bukan ?
Nyonya Saya tak bisa.
Bilal Kalau begitu saya akan duduk
disini sampai saya mendapat uang, (IAPUN DUDUK) Nyonya akan membayar besok
lusa.. (MELOMPAT BANGKIT) Saya tanya
kepada Nyonya saya harus membayar bunga besok pagi bukan ? Ataukah Nyonya kira saya cuma berolok-olok ?
Nyonya Tuan, saya minta Tuan jangan
berteriak. Ini bukan kandang kuda..!
Bilal Saya bukannya sedang
membicarakan kandang kuda, saya sedang bertanya saya akan membayar bunga besok
pagi bukan ?
Nyonya Tuan tak tahu bagaimana caranya memperlakukan
seorang wanita..
Bilal Ooow.. tentu saja saya tahu..
Nyonya Tidak tuan ! Tuan tidak tahu ! Tuan
ini orang kampung, orang tak tahu adat. Seorang Tuan yang terhormat tak akan
bicara seperti itu didepan seorang wanita..
Bilal Wah, hebat betul ! Nyonya mau
bagaimana seharus-nya orang berbicara kepada nyonya, dalam bahasa inggris
barangkali ? Dear lady, would you like
to lend me your beautiful eyes ? Pardon me for having disturb you ! What a
beautiful wheather we are having to day! Shell we meet again tomorrow ?
(MEMBUNGKUK MEMBERI HORMAT DENGAN CARA MENGEJEK)
Nyonya Sama sekali tak lucu! Itu biadab
namanya..!
Bilal (MENIRU) Sama sekali tak lucu,
itu biadab namanya! Saya tak tahu bagaimana bersikap terhadap orang-orang
wanita. Nyonya yang terhormat sepanjang umur, saya telah melihat wanita lebih
banyak dari pada nyonya melihat burung gereja. Sudah tiga kali saya berkelahi
karena urusan wanita, dua belas wanita telah saya tinggalkan dan sembilan
wanita telah meninggalkan saya. Memang
pernah pada suatu masa saya bertingkah bagaikan bahasa yang ber-madu,
membungkuk, dan kemalu-maluan. Saya pernah mencinta yang dahsyat, mencinta
sampai gila, mencinta dalam semua tangga nada, berkicau sebagai burung kutilang
tentang emansipasi, mengorbankan separo dari harta bendaku dalam pengaruh nafsu
yang lembut, tetapi sekarang, demi syetan, itu semua telah cukup. Hambamu yang
patuh ini tak mau lagi ditarik-tarik kesana kemari seperti lembu yang bodoh.
Cukup ! Mata yang hitam, mata yang ber-gairah, bibir yang mungil, lesung pipit,
bisikan di terang bulan, keluh kesah yang menawa… Bah ! Untuk semua itu,
Nyonya, aku tak mau membayar setalen ! Yang saya maksud tentu bukannya teman
saya berbicara sekarang, tetapi wanita pada umumnya dari yang kecil sampai yang
besar, mereka itu sombong, hipokrit, cerewet, menjengkelkan, tak setia dari
kaki sampai kepala, pongah tanpa guna, picisan, kejam, dengan logika yang
memusingkan, dan (MEMUKUL DAHINYA) Dalam hal ini harap dimaafkan
keterusterangan saya ini, seekor burung gereja cukup bisa mengalahkan sepuluh
filusuf yang memakai kebaya. Apabila orang melihat seorang wanita yang romantis
didepan matanya, maka ia lalu membayangkan bahwa yang dilihatnya itu suatu
mahluk yang suci, begitu hebat sehingga apabila ia tersentuh oleh nafas mahluk
itu maka ia pun merasa dirinya terapung dalam lautan pesona yang mengagumkan,
tetapi apabila orang melihat ke dalam jiwanya tak lain tak bukan hanya buaya
(MENG-HANTAM SEBUAH KURSI). Tetapi yang lebih buruk dari semuanya ialah bahwa
buaya ini menganggap dirinya sebagai mahluk yang sangat artistik, dan
seakan-akan mengambil monopoli sebagai mahluk yang menggiurkan. Biarlah Syetan
menggantung diriku jungkir balik kalau memang ada yang pantas dicinta pada
wanita ! Apabila ia jatuh cinta, apa yang ia tahu cuma mengaduk dan melelehkan
air mata. Apabila lelakinya sudah menderita dan suka ber-korban, maka si wanita
mulai berlagak dan mencoba menyeret lelaki itu seperti Keledai. Nyonya
mem-punyai nasib yang malang
karena terlahir sebagai wanita, dan tentu saja Nyonya tahu bagaimana sifat
wanita itu ! Hanya wanita tua dan jelek saja yang bisa setia. Lebih gampang
mencari kucing yang bertanduk atau gagak yang berbulu putih daripada mencari
wanita yang bisa setia.
Nyonya Tapi izinkanlah saya bertanya,
siapakah yang jujur dan setia dalam bercinta ? Lelaki, barangkali ?
Bilal Ya, tepat sekali ! Lelaki,
tentu saja !
Nyonya Lelaki…! (IA TERTAWA KASAR) Lelaki
bisa jujur dan setia dalam bercinta, Wah, inilah suatu berita yang baru (PAHIT)
Bagaimana Tuan sampai bisa berkata
begitu? Lelaki jujur dan setia! Sementara soal ini sudah sampai begitu jauh,
saya bisa mengatakan disini, bahwa dari segala lelaki yang seya kenal, suami
saya adalah lelaki yang terbaik, saya men-cintainya dengan hangat, dengan
segenap jiwa saya, seperti yang hanya bisa dilakukan oleh seorang wanita yang
muda dan bijaksana, saya serahkan kemudaan saya, kebahagiaan saya, kekayaan dan
hidup saya. Saya menyembah kepadanya sebagai orang kafir, dan apakah yang
terjadi, dan apakah yang terjadi ? Lelaki yang terbaik ini menghianati saya
pada segala macam kesempatan... Setelah ia meninggal dunia, saya temukan lagi
mejanya penuh surat-surat cinta. Ketika ia masih hidup ia suka meninggalkan
saya berbulan-bulan lamanya, memi-kirkannya sudah ngeri.. Ia bercinta cintaan
dengan wanita lain dihadapan saya, ia memboroskan uang saya, dan
memperolok-olok perasaan saya, tetapi saya masih tetap jujur dan setia
kepadanya. Saya kubur-kan diri saya didalam empat tembok ini dan saya tetap
memakai baju hitam ini sampai keliang kubur saya. Ah.. sudahlah, saya tak
berminat untuk membicarakan masalah itu. Saya minta Tuan meninggalkan rumah ini
karena saya sedang ber-kabung!
Bilal (TERTAWA KAMPUNGAN) Berkabung !
Nyonya berkabung ! Nyonya kira saya ini.., jangan dikira saya tak tahu kenapa
nyonya memakai baju bagus yang hitam ini dan menguburkan dirinyonya diantara
emapat dinding ini ! Rahasia macam apa itu, betapa romantisnya ! Nyonya mau
meniru dongeng barangkali ! Seorang bangsawan berkuda akan lewat didepan puri,
ia akan berkata dalam hatinya “disini tinggal sang putri Candra Kirana, yang
demi cintanya kepada suaminya telah rela menguburkan dirinya didalam empat
dinding kamarnya” Oh ! Saya sudah
mengenal sandiwara ini !
Nyonya (Meledak) Apa ? Apa maksud Tuan
dengan mengata-kan kata-kata itu kepadaku ?
Bilal Nyonya telah mengubur
hidup-hidup diri nyonya, tetapi sementara itu nyonya tak lupa membedaki…
Nyonya Alangkah lancangnya mulut Tuan !
Bilal Saya mohon tidak membentak
saya, saya bukannya bendahara nyonya ! Izinkanlah saya menyebutkan
kenyataan-kenyataan. Saya bukannya seorang wanita, dan saya sudah biasa serba
berterus terang mengeluarkan apa isi
hati saya. Maka dari itu dengan hormat saya minta, jangan menjerit..!
Nyonya Saya tidak menjerit, Tuanlah yang
menjerit. Saya minta Tuan meninggalkan rumah ini !
Bilal Bayarlahdan saya akan pergi !
Nyonya Saya tak mau membayar !
Bilal Nyonya tak mau ? Nyonya tak mau
membayar uang yang menjadi hak saya ?
Nyonya
Saya tak peduli, Tuan mau
bertindak ? Satu rupiah pun saya tak mau membayar pergi dari sini !
Bilal Sebab saya bukan suami nyonya
atau nyonya bukan tunangan saya, maka dari itu, janganlah nyonya bikin ribut.
(IA DUDUK) Saya tak tahan lagi…
Nyonya (MENARIK NAFAS JENGKEL) Apakah Tuan akan berniat akan duduk ?
Bilal Saya memang sudah duduk.
Nyonya Dengan hormat pergilah !
Bilal Dengan hormat bayarlah uang
saya !
Nyonya Saya tak sudi berbicara dengan orang
biadab, pergi ! (PAUSE) Pergi atau
tidak..?!
Bilal Tidak !
Nyonya Tidak ?
Bilal Tidak..
Nyonya
(NGEBEL, DARMO MASUK) Pak Darmo, antarkan Tuan Baitul Bilal ini
pergi.
Darmo (DENGAN GAGAH MENGHAMPIRI BILAL)
Tuan, mengapa Tuan tidak pergi kalau memang diminta pergi ? Mau apa sebenarnya
tuan ini ?
Bilal (MELONCAT BANGUN) Kau kira kau
bicara dengan siapa ? Kugilas lumat-lumat kau nanti !
Darmo (MEMEGANG JANTUNGNYA) Ya, Tuhan ! (JATUH DI KURSI) Oh, saya sakit, saya tak bisa bernafas…
Nyonya
(GUGUP) Dimana si Suto
(MEMANGGIL) Suto! Suto! Amat ! Amat ! (MENGEBEL)
Darmo Mereka sedang pergi semua ! Dan
saya mendadak sakit ! Oh, air..!
Nyonya Tuan Baitul Bilal..! Pergilah… Oh !
Pergi ! Keluar !
Bilal Dengan hormat, agak sopanlah
sedikit !
Nyonya Engkau biadab, Engkau monyet !
Bilal (CEPAT MENGHAMPIRINYA)
Izinkanlah saya ber-tanya atas hak apa nyonya menghina saya..?!
Nyonya Habis mau apa lagi ? Tuan kira saya
takut pada tuan?
Bilal Nyonya kira karena nyonya ini
seorang mahluk yang romantis lalu nyonya bebas saja menghina saya tanpa
mendapat balasan ? Saya menentang nyonya !
Darmo Ya, Robbi..! Air..!
Bilal
Ini harus diselesaikan
dengan duel.
Nyonya Apakah Tuan mengira karena Tuan
begitu gagah, lalu saya takut kepada tuan ?
Bilal Saya jelaskan disini bahwa saya
tidak mengizinkan seseorangpun menghina saya dan saya tak akan mengecualikan
nyonya hanya semata-mata karena nyonya seorang wanita. Seorang “ Sex yang lemah
“ katanya..!
Nyonya (MENCOBA MENGALAHKANNYA DENGAN
TANGIS) Badak ! Kau Badak ! Badak !
Bilal Inilah saatnya membuang tahayul
lama yang beranggapan bahwa hanya lelaki saja yang harus memberi kepuasan. Bila
ada persamaan antara laki-laki dan wanita, mestinya persamaan itu dalam segala
hal. Emasipasi ! Bah..! Akhirnya toh ada
batasnya, inilah buktinya !
Nyonya Jadi Tuan menentang duel atau
bagaimana ? Baiklah, (BERJALAN KELEMARI DAN MENGAMBIL SENAPAN ANGIN)
Bilal Oh, senapan angin ! Boleh saja
!
Nyonya Segera, aku kurang berlatih
bertinju, tapi suamiku punya banyak senapan disini. Beberapa tupai dan burung
saja sudah gugur karenanya dan sekarang senapan itu dengan mudah akan
menggugurkan Tuan juga.
Bilal Segera !
Nyonya Dengan gembira saya akan menembus
kepala Tuan. Semoga Tuan dimakan Syetan……..! (MENGAMBIL SENAPAN)
Bilal Akan saya tembak alis matanya
yang bagus itu. Saya bukan orang yang banyak cingcong, bukan pula pemuda hijau
yang sentimentil. Bagi saya tidak ada Sex yang lemah…!
Darmo Oh, Tuan (BERLUTUT) kasihanilah saya, seorang tua seperti saya
ini. Pergilah, Tuan sudah menakuti saya sampai hampir mati, sekarang Tuan ingin
berduel pula…
Bilal (TAK PEDULI) Ya, duel ! Itulah persamaan, itulah emansipasi. Dengan
begitu lelaki dan wanita sama. Saya akan menembaknya denga prinsip ini. Apa
lagi yang harus saya katakan terhadap wanita semacam dia, (MENIRU) “Dengan
gembira saya akan menembus kepala Tuan, Semoga Tuan dimakan syetan”! Apa lagi yang bisa dikatakan tentang ini ? Ia
marah, matanya berkilauan, ia menerima tantangan. Demi kehormatan saya, baru
inilah pertama kalinya saya jumpai wanita seperti ini.
Darmo Oh, Tuan, pergilah... Pergi !
(MASUK NYONYA MARTOPO MEMBAWA DUA SENAPAN)
Nyonya Inilah senapannya. tetapi sebelum
kita berduel, saya minta ajarilah dulu caranya menembak. Saya agak kurang biasa
dengan senapan tadinya..
Bilal (MEMERIKSA SENAPAN) Ini namaya
senapan angin. Ya, ini pelurunya memang bagus untuk menembak burung, tapi ini
lain dari senapan biasanya, ya, boleh juga. Lihatlah, B.S.A. Kaliber 5,5. Dua
senapan ini harganya tak kurang dari dua belas ribu. Beginilah caranya memakai
(KESAMPING). Aduh, alis matanya ! Sungguh wanita yang sejati !
Nyonya Sudah..?
Bilal Ya, Beginilah. Lalu tariklah,
bisa ditembakkan (MENGAJAR) Begini..
bidiklah... Coba miringkan sedikit kepala nyonya. Popornya harus tepat di bahu
ini. Ya, begitu. Tangan hendaknya jangan kaku, lemas tapi kuat, coba, ya,
jangan gemetar. Pelan-pelan bernafas, bidiklah baik-baik, aha, enak bukan ?
Nyonya Tak enak menembak didalam rumah,
marilah kita keluar, ke kebun !
Bilal Ya, tapi saya belum selesai
mengajar, saya beri contoh dulu. Saya ajar coba menembak ke udara..
Nyonya Terlalu ! Itu tak perlu ! Kenapa ?
Bilal Sebab, sebab… Itu urusan saya.
Nyonya Tuan takut ! Ya memang ! Aaaah !
Jangan, jangan begitu, Tuan terhormat jangan gila-gilaan. Ayo, ikut saya, saya
belum merasa tentram sebelum membuat lubang didahi Tuan yang saya benci itu.
Apakah Tuan takut ?
Bilal
Ya, saya takut.
Nyonya Bohong ! Kenapa tak mau bertempur ?
Bilal Sebab, sebab, saya suka kepada
Nyonya.
Nyonya (TERTAWA MARAH) Tuan suka saya !
Begitu beraninya bilang kalau suka saya (MENUNJUK PERGI) Pergi..!
Bilal (MELETAKKAN SENAPAN PELAN-PELAN
DIATAS MEJA, MENGAMBIL TOPINYA DAN PERGI KE PINTU, IA BERHENTI SEBENTAR DAN
MENATAP NYONYA MARTOPO, LALU MENHAMPIRINYA AGAK BIMBANG) Dengarkanlah ! Apa
Nyonya masih marah. Saya begitu gila seperti syetan, tetapi saya harap Nyonya
bisa mengerti, bagaimana saya mengatakannya? Soalnya adalah begini, soalnya
ialah (MENINGGIKAN SUARANYA) Lihatlah apakah salah saya, bahwa Nyonya berhutang
pada saya ? Saya tak bisa disalahkan bukan ? Saya suka kepada nyonya!
Mengertikah? Saya, saya hampir jatuh cinta..
Nyonya Pergi ! Saya benci kepada Tuan !
Bilal Ya, robbi ! Alangkah hebatnya
wanita ini ! Saya belum pernah melihat wanita yang hebat ini. Saya kalah, remuk
redam ! Saya sepert tikus yang kena perangkap.
Nyonya Pergilah, atau saya tembak nanti..!
Bilal Tembaklah ! Nyonya tak tahu
bagaimana bahagia rasanya mati didepan pandangan sepasang mata yang berkilauan
itu, ah, alisnya… Mati ditembak senapan angin yang dipegang oleh tangan yang
halus dan mungil itu ! Saya gila ! Coabalah pertimbangkan baik-baik, dan
cepat-cepat putuskanlah, sebab bila saya pergi sekarang, itu artinya kita tak
akan pernah berjumpa lagi. Putuskanlah, bicaralah, Saya masih Priayi, orang
yang terhormat, penghasilan saya tak kurang sebulan dari sepuluh ribu, saya
bisa menembak burung yang sedang terbang. Saya banyak kuda yang bagus. Maukah
nyonya menjadi isteriku..?
Nyonya (MEMBIDIK) Saya tembak..!
Bilal Ah, saya bingung, saya kurang
mengerti..! Mandoor.. Air..! Saya telah
jatuh cinta seperti anak sekolah saja (IA MENJAMAH TANGAN NYONYA MARTOPO DAN
WANITA ITU MENANGIS) Saya cinta padamu
(BERLUTUT) Saya belum pernah mencintai wanita seperti ini. Dua belas wanita
telah saya tinggalkan dan sembilan wanita telah meninggalkan saya, tetapi tak
seorangpun pernah saya cintai sebagaimana saya mencintaimu. Saya sudah kalah,
tunduk seperti orang tolol, saya mengharap dilantai memohon tanganmu.
Terkutuklah saya ini ! Sudah lima tahun saya tidak
jatuh cinta, saya berterima kasih pada Nyonya karenanya, dan sekarang saya
seperti sebuah kereta yang terkait pada kereta yang lainnya, Saya mohon
pertolonganmu ! Ya, atau tidak ? Sudikah Nyonya ? Baiklah..! (IA BANGKIT DAN CEPAT MENUJU
KEPINTU)
Nyonya
Tunggu dulu..!
Bilal (BERHENTI) Ya…?
Nyonya ……………….?
T
A M A T

Banjarmasin, 12 Pebruari 2004
Reprob By M. Zakir M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar