RUMAH DI TENGAH ANGIN
Alih
bahasa
:
Sjaan
Sri Sujani Said
h.
b. Pudjianto
Titel
Asli :
THE
HOUSE IN THE WIND
Karya
: Olive Price
Amecameca, Mexiko
Dengan angin
yang besar (misterius)
Terjadi di
zaman ini juga
Dramatis
personae :
MARIA : Seorang
wanita setengah umur, kecil tubuhnya, takhayul, pengasuh Concha.
CONCHA : Gadis
remaja berdarah campuran Indian dan Spanyol, cantik, lincah, kafir (tak percaya
akan takhayul), berbakat seni.
Mata dan rambutnya hitam
bercahaya.
JOSE : Seorang
serdadu Mexiko, gagah tegap, seperti model dalam lukisan. Kumis dan jenggotnya
lebat, agak kasar sikapnya.
RICARDO : Pelukis
muda, penggemar dan pecinta keindahan alam dengan potongan tubuh yang harmonis.
Tunangan CONCHA. Serius dalam segala hal.
![]() |
|
![]() |
Scene
:
Sebuah ruang
tengah rumah Concha, dekat suatu desa, di Amecameca, Mexiko. Perabotan rumahnya
terdiri dari beberapa perabot penduduk asli, sebuah meja makan panjang gaya
Spanyol, satu dua kursi Ouiszion, sebuah bangku dekat pintu dan sebuah peti
berukir yang berat yang ditaplaki dengan sehelai selendang sulaman Mexiko.
Ada beberapa
lilin di atas meja dan satu dua barang pecah antik buatan Mexiko. Di sebelah
kanan terdapat relung yang di dalamnya terletak patung bunda Maria. Sore hari,
suara angin terdengar dengan dahsyat, kaca-kaca jendela bergemeretak, bergetar,
suara gaduh seperti genting2 berjatuhan.
Maria masuk
dengan menggendong sebuah buyung air.
Maria : (berjalan
ke meja dan meletakkan buyung air di atasnya) Santo Antonio. Angin. Ini adalah hantu
putih yang tersesat, yang sedang melolong Concha, Concha masuklah.
Concha : ada
roh binatang berkeliaran ke bukit-bukit malam ini, betapa ia meratap dan
meratap. Aku ingin menamparnya sampai diam.
Maria : (dengan
takut) Tutuplah pintu. Akan kunyalakan lilin-lilin ini. (Concha berjalan ke
pintu. Tiba-tiba terbanting menutup)
Concha : inilah
suatu firasat yang buruk. Roh-roh berkeliaran malam ini.
Maria : diamlah.
Nanti tukang-tukang sihir akan mendengarmu.
(Maria menyibukkan dirinya
dengan menyalakan lilin-lilin. Tiba-tiba suara burung hantu mengerikan memecah
kesunyian. Concha buru-buru ke jendela dengan
penuh ketakutan)
Concha : (menahan
napas) Burung hantu di atas dak-plant rumah kita. (membuat tanda salip) Bunda
Allah.
Maria : (menggumam)
Bila ada burung hantu berbunyi di atas atap, maka ada seorang Indian yang akan
mati malam ini.
Concha : (menekankan
wajahnya pada kaca jendela) Aku dapat melihatnya. Ia bertengger, tampak seperti
seekor burung yang misterius dengan kedua matanya yang besar dan bengis,
melihat ke bawah, ke patio. (Ia membalik cepat sementara suara itu terus
terdengar)
Ambilkan syalku. Aku akan
mengusirnya.
Maria : (Menjadi
pucat) Jangan. Jangan. Biarkan dia pergi sendiri.
Concha : (Mengambil
syal dari peti) Aku tidak takut. Lihat saja. (Maria menariknya pada lengannya,
memohon)
Maria : Jangan.
Jangan.
Concha : (Tiba-tiba
tertawa) Biarlah Maria. Salah seorang dari kita harus berani
pada malam seperti ini. (Tepik burung hantu) Baiklah.
(Ia membuat gerak tangan yang tidak berarti) Balaslah
dengan teriakan (angin menderu) Jawablah dengan tawa.
Maria : (memohon)
Bukan begitu di Amecameca, Concha. Bangsa kita adalah bangsa yang selamanya
mempercayai bahwa itu adalah firasat buruk, bila ada angin bertiup dari Sacro
Monte, juga bila ada burung-burung yang bertebangan di malam pekat.
Concha : kita
bangga Amecameca telah menjadi pegecut, karena kita selalu hidup dalam
ketakutan.
Maria : Itulah
suatu pelajaran yang telah diajarkan kepada kita, karena kita hidup dalam
lindungan Popocatepalt, gunung yang tak putus-putusnya mengeluarkan asapnya dan
Ixtaccihuatl, si wanita putih. (Tragis) Gunung-gunung itu bagaikan serigala
yang menjaga keindahan alam di sini.
Concha : (dengan
tak sadar, karena burung hantu itu tak memekik lagi) Aku tak mau mendengarnya
lagi. (ia buru-buru keluar)
Maria : Bunda
Allah. Sungguh itu suatu firasat buruk. Bila seekor burung hantu berbunyi di
atas atap, maka akan ada seorang Indian yang akan mati malam ini. (Ia berdiri
terpaku. Suara tawa Concha terdengar bersama dengan pekikan burung hantu yang
ketakutan. Suatu bayangan hitam bergerak seperti bentangan sayap-sayap terlihat
melintasi jendela. Maria berlutut dan menutupi wajah dengan kedua tangannya.
Sebentar kemudian suara Concha terdengar dengan penuh kemenangan)
Concha : (Off
Stage) Ia telah minggat Maria. Aku telah mengusirnya. Mari lihatlah. (Maria tak
bergerak. Concha telah ,masuk, berseri-seri. Selendangnya semampai pada
lengannya. Kemudian ia menutup pintu)
Maria : (dungu
putus asa) Kau telah melakukan perbuatan yang mengerikan.
Concha : (menahan
bersikap menantang) Bangunlah Maria. Mari menanak air untuk merebus ramuan ini.
(Maria bangkit tanpa melihat kepadanya. Mereka menyibukkan diri masing-masing
dengan buyung / kendi air di atas meja itu. Angin terus bertiup menderu, tetapi
terdengar lebih rendah, lemah, sekarang. Suatu ketukan pintu yang seolah-olah
memerintahkan Concha membalik ke arah Maria dengan pandangan yang berarti)
Maria : Barangkali
Jose, boleh saja bawa dia masuk?
Concha : (marah)
Mengapa ia selalu datang kemari? (dengan kemarahan yang tiba-tiba kasar) Aku
membencinya Maria. (pintu diketuk lagi secara terus-terusan)
Maria : Nanti
dia akan menjenguk dari jendela bila tak mau bukakan pintu.
Concha : (angkuh)
pergi sajalah kau. Aku akan menemuinya sendiri.
(Maria pergi ke dapur.
Concha berjalan ke pintu dengan sombong, membukanya dan membiarkan Jose masuk.
Wajahnya seperti gambar-gambar dalam lukisan, mengenakan waiscoat bersulam,
kemeja hijau dan selempang, ia memakai sembrero lebar tepinya, membawa gitar)
Jose : (tersenyum
gembira) Ah, Conchamia. Kau buka pintu sendiri untukku.
Concha : Itu
bukanlah karena aku senang melihatmu, Jose.
Jose : (tertawa)
Itulah maka aku suka padamu Concha. Kau begitu sukar untuk didekati. (Ia masuk
ke ruangan, berjalan berlagak dengan sikap sombong). Tetapi aku pasti
memilikimu kelak. Pasti.
Concha : Jangan
begitu pasti.
Jose : (Meletakkan
gitarnya di atas meja dan memanaskan tangannya di atas bara lilin) Tapi aku
merasa pasti. (membalik pada Concha, menggoda) bukankah aku telah berdoa di
Cathedral besar di kota agar kau mencintaiku. Dan syal yang kubawa untukmu,
sutera yang disulam dengan benang yang terang. Tak ada yang lebih indah di
seluruh alermeda.
Concha : Kau
boleh mengambilnya semua kembali. Bawalah kembali suamnya. Aku mengharapkan
sama sekali.
Jose : Ah,
Concha, janganlah begitu kejam. Mana renda hitam ku untuk sluier yang kubawa
untukmu? Dan gelang-gelang yang kubuat dari mata uang mas? Mengapa tak kau
pakai semuanya?
Concha : (melengotkan
kepalanya) Aku tidak suka akan pemberian-pemberian mu itu. Aku tidak
menginginkan semuanya itu.
Jose : (tidak
tersinggung) Tetapi kau tentu akan menyukai yang kubawa malam ini. Lihat. (ia
melepas sembreronya, merogoh isinya dan mengeluarkan mantel, jubah / syal jubah
yang beraneka-aneka, terbuat dari sutera yang mahal-mahal. Bergemerlapan oleh
banyaknya permata, zamrut, batu delima, intan)
Concha : (sangat
ingin menyentuhnya, tetapi menahan diri) Bunda Maria. Bukan main indahnya
warna-warnanya.
Concha : (mundur)
Tidak, tidak.
Jose : (menjadi
marah) Apa? Kau tidak mau memakainya? Santo Antonio. Kau adalah seekor ular.
(bejalan mondar-mandir, marah) Tahukah kau, bahwa aku mencurinya untukmu dari
patung bunda Maria di Gereja Milpa Alto?
Concha : Mencurinya?
Dari bunda Maria? Di Gereja Milpa Alto?
Jose : (marah)
dan mengapa tidak, he? Kaum revolusioner, mereka membakar hancur gereja. Mereka
merampok dari tempat-tempat suci dan mengambil apasaja yang mereka temukan,
dari emas, permata. Kenapa seorang serdadu semacam aku tidak boleh mengambilnya
juga? (Ia mendekati Concha lagi)
Concha : (ketakutan)
Singkirkan itu. Aku tak sudi menyentuhnya. ( menatap dengan muka merah dan
menuduh) Kau memang seperti yang kusangka, Jose hanyalah seorang pencuri yang
malang.
Jose : (mengejek,
sambil melemparkan jubah ke lantai) Bagaimana kau menginginkan aku? Apakah aku
harus seperti orang yang hanya pandai mencoret-coret seperti kekasihmu
kanak-kanak Ricardo itu? (pada ucapan Ricardo, Concha menjadi pucat tiba-tiba)
Concha : Jangan
sekali-kali kau sebut nama itu.
Jose : Ricardo.
Ricardo. Ricardo. (tertawa) haaaa, kau keliatan merah, matamu seperti sapi
jantan yang sedang marah, sudah dua tahun ia pergi dan kau masih saja
menunggunya.
Concha : aku
tidak menunggu. Dengar aku tidak menunggunya.
Jose : Dengar
Conchamia, ia akan datang malam ini.
Concha : (begitu
terkejut hingga ia membiarkan tangannya menggenggam) Darimana kau tahu?
Jose : aku
melihatnya.
Concha : (lupa
akan dirinya dan setengah memohon) Dimana? Dimana?
Jose : aku
melihatnya.
Concha : (menatap
dengan tajam) Di persimpangan jalan Mexiko City. (matanya bersinar)
Ricardo...... (sementara Jose mempererat genggaman pada lengan Concha) Lepaskan
tanganku, Jose. Kau menyakitkan hatiku.
Jose : Menyakitkan.
Dengar Conchamia, apabila Ricardo datang malam ini dan ia singgah kemari untuk
menemui, seseorang di rumah ini akan mati. (Concha berdiri dan menatapnya.
Mula-mula dengan terbelalak karena takut dan terkejut, kemudian........)
Concha : (dengan
dingin) Apa maksudmu Jose? Apakah kau menakut-nakuti aku untuk menyambutnya?
Jose : (mencampakkan
Concha ke lantai) Aku sudah memperingatkan kau Conchamia. (Ia keluar tanpa
melihat kepadanya lagi. Menutup pintu dengan keras. Concha tinggal dengan tak
bergerak. Maria masuk mendapati Concha dalam keadaan panik)
Maria : (dengan
cemas) Concha. Concha. Apa yang diperbuatnya terhadapmu? Kau telah membuatnya
marah, ya.
Concha : (setengah
berlutut, wajahnya berseri) tidak apa-apa Maria. Tidak apa-apa.
Maria : Apa
yang telah terjadi denganmu?
Concha : (bangkit
memeluknya) Ricardo akan datang Maria. Aku tahu, ia akan datang.
Maria : Ricardo.
Darimana kau tahu?
Concha : Jose
melihatnya di jalan raja yang menuju kemari (setelah memandangi sekeliling
ruangan) Ia kembali, Maria. Ia kembali. Kembali setelah dua tahun.
Maria : (panik)
Jose akan membunuhmu bila kau menemui dia.
Concha : kita
tutup gerendel-gerendel jendela. Kita palang pintu. Dan aku akan berdo’a (ia
melintasi ruang dan belutut di depan patung bunda maria)
Maria : (mengikuti)
Inilah suatu malam yang mencemaskan. Oh... Conchamia (membuat tanda salib)
Bunda Allah sertailah kami.
Concha : (tidak
sabar) Hush, maria. Biar aku berdo’a, biarpun angin menderu dengan dahsyat.
(Maria duduk pada meja, susah cemas, Concha tetap berlutut. Tiba-tiba pintu terbuka
dan masuklah seorang laki-laki, terdengar bernyanyi)
Ricardo : bersajak
:
Perlindungan
yang abadi.
Kesunyian yang membahagiakan.
Adalah tega dalam ketaatan
terhadap agama yang memenangkan.
Walaupun dinding-dinding yang keras.
(Concha mengangkat mukanya
dengan ekspresi campuran heran dan suka cita, ketika Ricardo masuk)
Concha : Ricardo...
Ricardo : Concha,
Conchamia. (gembira) Aku datang untuk menemui angin, tapi di sini aku menjumpai
seorang bidadari. (ia sopan, kulitnya gelap dan ramah, suaranya rendah dan
mucikal, ia berpakaian rapi dalam waistcoat)
Concha : (ketika
Ricardo mengulurkan tangannya) Begitu. Jadi kau datang untuk menemui angin. Dan
bukan Concha?
Ricardo : (tertawa)
Tapi engkaulah angin itu. Bolehkah kuceritakan tentang ini kepadamu? (ia
membalik kepada Maria) Ia tidak berubah sejak aku melihatnya terakhir. Itu
sangat menggembirakan hatiku. (ia membungkuk memberi hormat dengan gayanya yang
menarik) Terimalah pujianku, Senora. Kau telah menjaganya dengan baik sekali.
Maria : (senang
sekali dan pura-pura memprotes) Oh, tidak. Tidak, senor. Ia memang begitu.
(tersenyum) Senor tentu lapar sesudah perjalanan itu bukan?
Ricardo : kau
masih saja membuat “tortelitas”.
Maria : (berseri-seri)
oh, ya, masih Senor.
Concha : buatlah
Maria. Juga kopi. Marilah kita makan dan minum.
Ricardo : Jangan
kopi. Jangan, jangan. Aku membawa anggur.
Concha : (seperti
bemimpi) Anggur..... untuk malam ini........
Maria : Aku
pergi ke dapur. Kita akan segera pesta. (keluar)
Ricardo : kau
kelihatannya tidak heran melihat aku datang, Conchaku.
Concha : (melihatnya
dengan ganjil) Aku tahu kau akan datang, Ricardo.
Ricardo : Bagaimana
kau tahu? (berolok) Apakah roh ku berjalan mendahului kudaku?
Concha : Tidak,
tidak. Ini tidak boleh dianggap remeh. Kita dalam bahaya Ricardo.
Ricardo : (tenang)
Bahaya? Kau dan aku? Tapi mengapa?
Concha : (agak
cemas) Jose melihatmu menuju kemari.
Ricardo : Ha,
serdadu itu. (simpati perhatian) Masih tetapkah ia mengganggumu, Conchaku?
Concha : masih...
dan bila ia menemui kau di sini (membuat gerakan fatal) Oh... Bunda Allah. Ia
akan membunuh kita berdua.
Ricardo : (mendekati
dan memegang tangannya) Kau toh bukan miliknya, Concha.
Concha : (merasa
terhina) Aku tidak pernah menjadi miliknya. Aku bersumpah.
Ricardo : (memandang
tajam mata Concha) Baik, Conchaku. Jadi jangan kau cemaskan dirimu sendiri.
(jenaka) Biarkan aku sendiri menghadapinya.
Concha : (memungut
mantel yang berkilauan dari lantai) Alangkah indahnya mantel ini. Lihatlah
warna-warnanya, Ricardo.
Ricardo : Santa
Valencia. Ini seperti kabut fajar dari Amecameca. Anethyst (kecubung), Rose,
Lavender, emas, dan permata-permatanya adalah bintang pagi. (dengan mendesak)
Coba kenakanlah untukmu.
Concha : Tidak,
tidak. Aku harus membawanya kembali ke Santuary. Jose merenggutnya dari bunda
Maria sendiri.
Ricardo : Jose
yang malang. Pencuri atas nama cinta, Bah. (tertawa) Sungguh kau amat tabah,
tak dapat disuap dengan barang yang seindah itu.
Concha : (meletakkan
mantel itu ke samping) Mari kita lupakan saja, Ricardo. Aku muak melihat Jose
dan segala pemberiannya (ia duduk menghadap meja) Mari kita bicara yang lain.
Ricardo : (lemah
lembut) tentan masa lalu?
Concha : Tidak.....
(melihat kepada Ricardo dengan pandangan menantang)
Ricardo : (duduk
menghadap) Sudah kukatakan mengapa tadi, ketika aku masuk dan melihat kau
berlutut di sana tadi?
Concha : (bingung)
Oh... aku tak mengerti.
Ricardo : (dengan
penuh arti) Kukatakan bahwa aku datang untuk menemui angin.....
Concha : Kau
menggoda Ricardo. (tersenyum sedikit) Apa yang hendak kau kerjakan? Melukis
angin dengan warna-warna yang tajam?
Ricardo : Bunda
Mia kau berjiwa seni (serius) Dimana diseluruh dunia ini Conchaku, tak angin
yang menderu seperti di daerah kita, Amecameca ini (bangkit, berjalan ke pintu
dan membukanya) Dengarlah. (angin masih bertiup, menderu lembut dan rawan)
Bukankah bagimu angin itu adalah suara dan nyanyian aneh?
Concha : (mendengarkan)
Nenek moyang kita berkata, bahwa ini adalah roh yang tersesat, merayap di
lembah-lembah dan gua-gua pegunungan.......
Ricardo : Memang
itu adalah angin liar yang terbesar. Terkadang dendam kesumat di dalamnya, juga
lagu-lagu tentang cerita yang mengerikan, bagaikan tipuan badai yang gemuruh
angin itu melolong menuntut cinta, airmata, dan darah dan hal-hal yang
mengerikan, yang kami tidak mengerti. (setelah beberapa saat) Angin itu adalah
Mexiko, Conchaku.... negeri kita... tersesat dan menangis.
Concha : Mexico.
Oh, tutuplah pintunya Ricardo. Itu semuanya takhayul.
Ricardo : (Menutup
pintu dan kembali padanya) Angin itu senantiasa mengikuti kemana saja aku pergi
meskipun aku di tempat yang jauh sekali. Memanggil, memanggil, dan memanggil.
Dan bila aku tak menjawabnya maka angin itu akan memanggilku lagi. (belutut di
muka Concha memegang tangannya) Conchamia, itulah sebabnya aku datang. Aku akan
melukiskan angin itu. Tahukah kau? Akan kuabadikan kau di atas canvas sebagai
roh Mexiko yang menjelma angin itu.
Concha : Aku,
Concha, roh angin itu?
Ricardo : ya,
kaulah itu. Kau adalah lambang cinta kasih, inspirasi, dan dendam. Aku telah
melihat itu dalam diriku tertulis seperti dalam kitab perjanjian. Aku telah
melukiskannya di dalam studioku yang jauh dan ketika kawan-kawanku melihatnya
apa yang telah kukerjakan, mereka berkata, “Ada sesuatu keagungan dalam
karyamu, Ricardo.” Maka aku camkan kanvas ku dengan perasaan pahit. Aku
mengerti bahwa karyaku besar belum tiba, tapi akan tiba saatnya. Kami membicarakan
banyak hal, negeri kami yang kami cintai dan semua rakyat yang senantiasa duka
dalam nestapa. Dan kami berduka cita karenanya.
Concha : (menundukkan
kepalanya) aku juga telah menagis, Ricardo. Walaupun sama sekali tidak
mengertiapa sebabnya. Kadang-kadang aku mendaki bukit Sacramento dan airmataku
berderai seperti hujan, turun ke bumi, dan aku ingin sujud mencium tanah yang
aku cintai ini.
Ricardo : (mengeluh)
Itulah kegeisahan yang berkecamuk dalam setiap hati nurani bangsa kita. Gereja
yang telah memberikan tempat menyembah Tuhan, tidak lagi kita kunjungi untuk
bersembahyang dan negara telah memberikan kita perang untuk melumuri Tuhan kita
dengan darah.
(kembali mendekati Concha,
memegang kedua tangannya dan seolah-olah menunjukkan fantasinya)
Itulah lukisan ku Concha.
Perhatikanlah! Dapatkah kau mengerti
itu? Airmata, tanah air, dan darah dalam warna-warna yang tajam dan
seorang wanita... kau... menantang semua itu, mengembara sebagai angin dalam
gelap malam. Engkau akan melihatnya itu semua, jika angin meniup rambutmu dan
mendengarnya sambil bergumam, meratap, dan melengking di antara bukit-bukit.
Bolehkah aku melukismu sayang?
Concha : Tentu,
tentu! (memeluknya dengan mesra) Aku telah menantimu sedemikian lama Ricardo.
Ricardo kita akan pergi ke bukit-bukit dan mengerjakannya di sana.
(memutus)..... dan bila kau sudah capek, aku akan menari untukmu, seperti biasa
kau memintaku untuk menari dulu sebelum kau pergi... masih ingatkah kau, Tari
Cachuca.
Ricardo : Tari
Cachuca? Tentu. Coba kau menari sekarang untukku. Ah, tidak, jangan menari
Cachuca, bawakan saja sebuah sajak untukku, aku ingin menikmatinya.
Concha : Maukah
kau menyahutinya, kita bersajak bersama.
Ricardo : Dengan
segala senang hati, manisku. (dia mengambil gitar Josedinenya dan mengalungkan
di lehernya)
Concha : Perhatikan
baik-baik Ricardo. Ini semua akan bicara padamu. (Maria masuk membawakan
makanan dan minuman di atas baki dan ia memperhatikan keduanya)
Maria : berhentilah
Concha, nanti engkau lelah.
Concha : Lelah
tapi bahagia (meneruskan tiba-tiba Maria menjerit, semuanya berhenti)
Ricardo : Maria,
ada apa?
Maria : (terengah-engah)
Jose.... di jendela itu. (Ricardo membalik dan menuju pintu)
Concha : Jangan,
jangan keluar Ricardo.
Ricardo : Aku
akan melihatnya apakah ia ada disitu (membuka pintu dengan satu gerakan yang
cepat, sebentar saja terdengar suara angin dan di luar Cuma gelap malam yang
tampak)
Di luar tak tampak
apa-apa. Cuma gelap malam.
Maria : (misterius)
Aku melihatnya, sungguh, aku melihatnya di jendela.
Ricardo : Tak
ada sesuatu pun kecuali bayangan. (sebuah letusan tembakan melengking di udara
dan seolah-olah menghentikan badai yang gemuruh. Ricardo terayun-ayun jatuh
tersungkur ke lantai, dan tak bergerak, Concha menjerit menghambur kepadanya)
Concha : Ricardo,
Oh... Ricardo sayang (menangis. Jose muncul di tempat terang dari suatu pintu
yang menyisihkan Concha)
Jose : Telah
kuperingatkan kepadamu, Concha. Bahwa seorang di rumah ini akan mati.... bawa
dia pergi. (kedua figuran yang berpakaian Sembrero muncul di pentas sebentar,
mereka mengangkat Ricardo keluar)
Concha : (memukuli
mereka) Kalian tak boleh membawanya. Tak boleh.
Jose : (mendorong
Concha masuk) Adios, Concha Mia (Concha berdiri mengawasi mereka, tiba-tiba
ia tercekik oleh kesedihan. Sesaat kemudian terdengar tapak kuda mereka yang
meninggalkan rumah itu. Ia berdiri di pintu sendirian. Rambut dan syalnya
ditiup angin.
Maria : (Menangis)
Masuklah, Concha. Kita tak akan berbuat apa-apa
lagi.
Concha : (Tanpa
menoleh, dengan suara ganjil) Aku akan mendapatkannya lagi.
Maria : Dimana-mana
rohnya akan mengendalikan angin. (Angin bertambah hebat seperti mengejeknya. Ia
membaiki syalnya lebih rapat dan keluar cepat. Dikuncinya pintu dari luar)
Maria : (Kehilangan
akal) Concha. Concha. Kembalilah. Kembalilah Concha. Ini sudah larut malam dan
angin buruh akan melemparmu nanti (menangis tersedu-sedu.
Memukul-mukul pintu) (Concha tak kembali dan
Maria tak berdaya apa-apa kecuali menangis)
Reproduksi :
SANGGAR BUDAYA
Banjarmasin
Kalimantan Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar