![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
|||||||||||
![]() |
SAMPAH NEGERI
Karya Haji Adjim
Arijadi
Para
Pelaku :
1. Pengemis
2. Gelandangan
Gadis
3. Gelandangan
Tua
4. Cina
5. Lelaki
6. Suami
7. Isteri
Pada
sebuah kaki lima,
toko milik warga negara Cina, para pengemis tengah mengakhiri istirahatnya dan
langsung menyibukkan diri dengan membersihkan lantai kaki lima tersebut. Seorang pengemis yang menguasai wilayah kaki lima itu pada bingung
menempatkan bendanya berupa keranjang sampah yang selalu dianggapnya sebagai
tempat demokrasi dan berkas rahasia.
Keserbasalahan tersebut karena ia merasa bahwa harta bendanya selalu
diincar-incar oleh mata manusia.
Dimatanya dalam penempatan benda itu sudah cukup baik, tetapi belum
tentu kena bagi mata pemilik toko.
Pengemis : Memang
serba salah. Salah bagi orang yang tidak
mau mengerti akan kebenaran dan kepastian yang kumiliki-kutaruh disini, memang
tepat menurut anggapanku. Tapi apakah
tepat bagi rasa dan biji mata orang lain ?
Lebih-lebih bagi bibir ceriwis si Cina
itu.
Lantas dimana ?
Nah disini……oh, tidak. Disini akan jadi alas an tepat bagi si Cina
untuk menendang keranjang ini. Keranjang
bagi orang kota
memang tempat sampah. Tapi bagiku adalah
sebuah almari Cabinet indah yang serasi untuk dokumen rahasia atau harta yang
mengandung nilai sejarah. Disini letak
perbedaan yang paling prinsipil.
MUNCUL GELANDANGAN TUA DENGAN ANAK
GADISNYA
Gel. Tua : Bagus
sekali. Kau telah menempati janjimu
dengan baik. Ah… (DUDUK BERSILA) cukup
payah. (MENGGERAPAKAN PINGGANGNYA)
Pengemis : Memangnya
jalan jauh
Gel. Tua : Mana
mungkin orang seperti saya ini punya rumah di kota
Pengemis : Makanya
jangan memandang diri kita terlalu rendah
Gel,. Gadis : Jangan
minder, begitu bukan maksudnya. ?
Pengemis : Duillah,
Awet muda nih. Cantik lagi. Sudah pernah kawin ?
Gel. Gadis : Mana
ada orang yang mau
Pengemis : Waduhhh…masih
perawan. Betul-betul perawan, ya !
Gel. Tua : Memangnya
kalau dia perawan, mau apa sih ?
Pengemis : Ah,
nggak apa-apa. Ngomong-ngomong sudah lapar atau belum ?
Gel. Tua : Apa
yang dimakan ?
Pengemis : Nah,
kebetulan, saya banyak menyimpan nasi bungkus,
(SIBUK MENCARI DIANTARA ISI KERANJANGNYA)
Gel. Gadis : Dari
pesta perkawinan ?
Pengemis : Ah,
kita tak usah perduli, dari mana datangnya. Nah, ini mari kita sarapan bersama
(MENYUGUHKAN) Mari (MENGAJAK SI GADIS)
Gel. Tua : (MEMBUKA
BUNGKUSAN) Kok, Cuma tulang melulu
Pengemis : Rezeki
jangan ditampik. Rezeki harus
disyukuri. Tulang tulang sekalipun tapi
banyak sum-sumnya. Makanan bergizi. Ayah, jangan malu-malu, nanti keburu siang.
Gel. Tua : Ah,
(MENCOBA MENGUNYAH TULANG, TAPI GIGINYA PATAH) Waduh, bagaimana bisa
mendapatkan sumsum
Pengemis : Jangan
cari enaknya saja, Pak, Mendapatkan sumsum ayam sama saja dengan menggali batu
intan. Mana mungkin, batu intan datang sendiri.
Gel. Tua : Ya,
tapi gigi ini. Nih, lihat.
(MENUNJUKKAN PATAHAN GIGI)
Pengemis : Tulang
memang keras, sukar dipecahkan. Nah,
tulang ayam muda.
Gel. Tua : (MENOLAK)
Pengemis : Nih,
bantu ayahmu, coba kau pecahkan dengan gigimu
MEREKA SEDANG ASYIK MAKAN, KEMUDIAN
MEREKA DIKEJUTKAN OLEH PEMILIK TOKO
Cina : Hayyaaa ! Bagaimana ini, kalian bikin rusak pemandangan. Ayo minggir, Toko mau dibuka
Pengemis : Kok,
tak libur Ngkoh
Cina : Apa libur libur. Mau
malas-malasan, akan makan batu ? Hayyaa, Hidup tak boleh malas-malasan. Harus
rajin, kau malas, nah akibatnya sedang kau rasakan bukan ?
Pengemis : Maksud
saya, bukan mengatakan Ngkoh malas. Tapi
hari ini hari libur Nasional. Hari Raya Indonesia.
Gel.Tua : Iya
ya.. Tujuh Belas Agustus
Gel. Gadis : Hari
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Cina : Siapa larang orang mau jualan, sana minggir, halaman toko jangan
dikotori. Kalian hamburkan tulang tulang
itu ya ? Kalian hamburkan wabah penyakit.
Itu kotor merusak kota. Pemadangan jelek.
Gel. Gadis : Ayah.
Ayahkan tak pernah pisah dengan bendera
Gel. Tua : O…..
ya aku lupa dengan hari bersejarah kita (MENGAMBIL) DI DALAM BAJUNYA,
RUPA-RUPANYA BENDERA ITU TERBELIT DI PINGGANGNYA). Ini dia.
Merah Putih.
Cina : Mau dipasang itu Bendera ?
Disini tidak boleh
Pengemis : Dan
saya juga banyak menyimpan hiasan merah putih (MENGAMBILNYA DARI DALAM
KERANJANG). Nah.. (HIASAN RANTAI KERTA
MERAH PUTIH).
Gel. Gadis : Bagus
sekali. Kita harus turut merayakan. Dan kita harus menghiasi tempat tinggal kita
ini.
Cina : Apa ! Menghias tempat tinggal kalian ?
Dimana ?
Pengemis : Saya
tak punya tanah dan tak punya rumah. Di
desa memang ada. Tapi luas tanah
terbatas pada seluas kuburan orang tua dan isteri saya. Cuma itu.
Nah, kalau boleh saya ungin menghias muka took ini saja.
Cina : Tidak bisa !
Gel. Tua : Betul
juga. Ini bukan milik kita
Pengemis : Tapi
hari kemerdekaan harus kita sambut dengan meriah. Kita punya bendera Merah Putih. Dan kita juga punya hiasan kebangsaan.
Cina : Pokoknya kalian jangan bikin kacau dengan sampah-sampah itu. Ayah ! Menjauh. Akibat kalian buka took ini jadi berantakan
dan kotor. Ayah !! sebelum polisi kota menyalahkan saya,
agar kalian menjauh dengan segera.
Gel. Gadis : Ngkoh,
saya kan sudah Ngkoh kenal. Masa kami
harus diusir. Halaman took Ngkoh adalah
ladang kami. Bagaimana kami bisa
mendapatkan uang Ngkoh.
Cina : Ya, tapi demi saran kalian untuk kepentingan ulang tahun
Proklamasi Kemerdekaan, maka saya minta kalian berpartisipasi dengan kota. Partisipasi itu ialah untuk keberhasilan kota. Artinya kalian harus menjauhi muka took ini.
Gel. Tua : Ayolah,
agat tahu diri ! Disini bukan milik kita
Gel. Gadis : Ayah
sudah menyalahi prinsip perjuangan ayah.
Bukankah sejak kecil ayah telah menanamkan pengertian pada saja, bahwa
bumi Indonesia
yang kita rebut dari tangan asing adalah bumi kita juga. Tiap jengkal tanah air adalah tanah air kita.
Cina : Mana bisa. Saya sejak dulu
banyak keluar uang untuk memiliki tanah dan toko ini. Ini bukan milik orang banyak. Saya telah membelinya.
Cina : Saya punya segel adat yang diketahui kepala Kampung. Saya punya sertifikatnya, lantas kalian mau
mengakuinya ? Tak usah, ya..
Gel. Tua : Kau
tidak boleh salah dalam menafsirkan. Negara kita adalah Negara hukum. Punya
perlindungan hokum, atas hak milik kita.
Pengemis : Lho,
kitapun tidak berkeinginan untuk mengambil harta milik si Cina ini. Kita tidak bermaksud untuk merampasnya. Tulang-tulang ayam yang barusan kita santap
tadipun telah saya dapatkan secara halal. Saya bermaksud akan berpartisipasi terhadap
orang yang pernah memberikan jasa kepada kita.
Jangan Ngkoh kira, saya akan menjadi durhaka terhadap Ngkoh. Ngkoh cukup berjasa dalam hidup saya, kalau
bukan dengan kemurahan hati nyonya, mungkin saya tidak punya tempat tidur.
Cina : Na, itu orang tahu diri namanya.
Jangan seperti dia. Tiap jengkal
tanah yang ditempatinya selalu jadi miliknya. Itu perampok namanya.
Gel. Tua : Maafkan
kesalahan anak saya, Ngkoh.
Cina : Kalian hanya bisa saya maafkan kalau sudah menjauh dari tempat
ini.
Gel. Gadis : Tapi
saya harus cari uang disini. Ngkoh
Cina : Kalian sejak dulu telah melanggar hukum. Kalian tiap hari datang kesini bikin
nyanyi-nyanyi cari uang. Mana pernah minta izin. Sudahlah jangan banyak
cingcong, lekas pergi sana
!
Gel. Tua : Dimanapun
kita berada maka jiwa kita selalu dekat dengan negeri kita. Nusantara dengan
kemerdekaannya ada dalam jiwa kita.
TERDENGAR BUNYI GENDERANG, TAK LAMA
MUNCUL SEORANG LELAKI DENGAN GENDANG PLASTIK YANG DIBALUT DENGAN RUMBAI MERAH
PUTIH. PADA KEPALANYA JUGA TERBELIT SECARIK KAIN MERAH PUTIH.
Lelaki : Barisan
berhenti ! (IA TEGAP BERHENTI) Istirahat (IA MAJU MENATAP ORANG ORANG). Hei ..!
Kau, Cina Jawab ! Cina atau bukan ?
Cina : Ya, ya Saya orang Cina.
Tapi saya orang Indonesia.
Lelaki : Orang
Cina tapi orang Indonesia
!? Tidak bisa ! Cina Bukan Indonesia.
Tapi Cina boleh saja tinggal di bumi Indonesia. Dan kau (PADA PENGEMIS)
Orang Indonesia. Saya kenal dari hidungmu. Kau juga (PADA
GELANDANGAN TUA) saya kenal dari kepasrahanmu. Tapi kau (PADA GELANDANGAN
GADIS) Seorang betina Indonesia
yang malang. Saya punya banyak teman wanita. Galak-galak.
Tapi zaman telah lampau. Saya pengagum wanita yang berhati singa. Tapi saya
juga dikagumi wanita berhati lembut. Tapi saya juga dikagumi wanita berhati
singa.. Bagi saya wanita itu bukan tanah liat. Bukan juga embun. Wanita adalah
singa. Harus berani, dan wanita dulu memang pemberani. Berani angkat sumpah.
Berani angkat senjata melawan Belanda. Dan kau memang wanita yang saya kagumi
itu. Saya mencintaimu, tahu? Saya ingin
mengambilmu. Kamu harus jadi isteri saya.
Nah, siapkan dirimu, Siapa Walimu? Kau ? (PADA PENGEMIS).
Pengemis : (GELENG
KEPALA)
Lelaki : Tentu
bukan suaminya. Suaminya pasti Cina !
Atau kau barangkali.
Gel. Tua : Saya
ayahnya
Lelaki : Kebetulan
sekali. Kita harus kawin sekarang juga
Gel. Gadis : Kau
gila !
Lelaki : Sedikit.
Gel.Gadis : Dia
bukan ayah saya.
Lelaki : Baik,
Tapi dia mengakui anak. Itu penting sebab wanita tanpa dikawal jadi wanita raja
singa.
Gel. Gadis : Apa
maksudmu
Lelaki : Sudah
berapa kali kita lalui ulang tahun kemerdekaan.
Dan kemerdekaan yang pernah menyita darah isteriku harus dibalas pula
dengan cinta wanita. Kau harus mencintai saya. Itu janji saya.
Gel. Gadis : Tapi
kita tidak boleh seenaknya begitu.
Lelaki : Jangan
jual mahal. Jaman merdeka tidak ada yang boleh sombong. Lebih-lebih para
wanita. Kemerdekaan menuntut setiap wanita agar meningkatkan emansipasinya
untuk kepentingan pria. Bukan sebagai saingan. Jadi engkau harus punya
pengertian siapa saya. Kita akan berumah tangga.
Gel. Gadis : Kau
benar-benar gila.
Lelaki : Sudah
kukatakan, gilaku hanya sedikit.
Pengemis : Gila
kok sedikit.
Cina : Kalian semua gila. Ayoh minggir dari tokoku.
Lelaki : Cina
itu juga gila. Kita semua gila. Barisan bersiap. Maju jalan ! (MEMUKUL
GENDERANGNYA TAPI BERHENTI KEMUDIAN MELIHAT KEATAS, LALU KEPADA CINA)
Cina : Dari datuk saya, saya sudah menjadi milik saya.
Lelaki : Bagus,
Kau orang kaya. Tapi tidak kau punya tiang bendera. Kau membenci kemerdekaan ?
Mana bendera Merah Putih. Kau menghina
Negara. Kau memang gila. Gila kemerdekaan yang menyita banyak korban. Termasuk korban isteriku. Ayo kibarkan Merah
Putih. Kau tahu ini ?
(MENGAMBIL BAMBU RUNCING, LALU
MENGANCAMKAN KEPADA CINA) Bambu Runcing ini akan menikam setiap jantung
penghianat kemerdekaan. Sekarang giliran jantungmu. (MAU MENIKAM, TAPI DISAMBUT
OLEH PENGEMIS). Kau tukang pukulnya ? (REBUTAN) Lepaskan! Lepaskan!
Gel. Tua : (MEMEGANGI
DARI BELAKANG) Sabar, sabar..
Lelaki : Kami
bersekutu dengan Cina ?
Penghianat bangsa. Lepaskan !
Gel. Tua : Sabar.
Sabar. Ambil tombaknya.
Pengemis : (MEREBUTNYA)
Lelaki : (NGAMUK
TIDAK SADARKAN DIRI) Penghianat !
Barisan siap ! Serbu.(SIKAP MENEMBAK DAN
BERFANTASI DALAM PERANG)
Gel. Tua : Salah
satu korban dari peran empat lima.
Gel. Gadis : Apakah
menurut ayah, dia seorang pejuang ?
Gel. Tua : Dialah
komandan ayah, dia seorang pejuang ?
Gel. Tua : Dialah
komandan ayah dalam pasukan tengkorak putih. Dia seorang komandang yang berani.
Pengemis : Bapak
seorang pejuang ? aku juga, pak
Gel. Tua : Kau
lari ke kota,
karena takut berjuang ?
Pengemis : Saya
lari membawa surat
penting.
Gel. Tua : Pedalaman
Alam Roch ?
Pengemis : Yah.
Daerah Selatan dari pertahanan Kalimantan
Gel. Tua : Lari
? Dengan maksud apa ?
Pengemis : ini
(MENUNJUKAN BERKAS SETELAH MENCARI ISI KERANJANGNYA) Menyelamatkan surat-surat
ini
Gel. Tua : (MENELITI)
Hei. Bukankah ini daftar nama pejuang yang tergabung dalam ALRI Divisi IV
Pertahanan Kalimantan.
Gel.Gadis : Daftar
nama pejuang ?
Gel. Tua : Nak,
matamu lebih awas. Coba kau cari nama ayah.
Gel. Gadis : tentu
namaku ada disini. (MENELITI) Tengkorak
putih. Siapa nama komandan yang sinting itu ayah ?
Gel. Tua : H.
Marhasan, yang dikenal dengan nama Pangeran Kumba Karna.
Gel. Gadis : Betuk
ayah. Dan nama ayah juga ada disini.
Pengemis : Utuh
Batung
Gel. Gadis : Hei.
Kamu mengenal nama ayahku ?
Pengemis : Disana
juga ada nama aluh Bungsu.
Gel. Gadis : Aluh
bungsu namaku.
Pengemis : Dikenal
dengan nama Puteri Selat.
Gel. Gadis : Hei…..
Pengemis : Kita
juga sampah. Sampah bagi negeri ini.
Gel. Gadis : Siapa
sebenarnya kamu ?
Pengemis : Orang
yang pernah memerintahkan seseorang untuk menculik Puteri Selat.
Gel. Gadis : Di
zaman gerombolan Ibnu Hajar ?
Pengemis : Tapi
Aluh Bungsu.
Gel. Gadis : Bangsat.
Gel. Tua : Yah.dia
betul-betul bangsat. Sekian tahun kita merdeka kerjaku mengembara dengan tujuan
mencarimu.
Gel. Gadis : Ayah
Gel. Tua : Kau
diam saja.
Cina : Ayah, jangan bikin rebut dimuka toko saya. Nanti polisi mengira saya buka huru-hara
dihari Ulang Tahun Kemerdekaan. Ayah,
kalau mau jangan rebut disini.
Gel. Tua : Ngkoh
jangan terlalu sombong. Ngkoh bukan orang yang berjasa di dalam negeri ini. Dan
Nkoh jangan coba-coba menghalangi saya menumpas orang ini.
Cina : Hayyyaaa… Saya hanya minta jangan bikin keributan disini.
Gel. Tua : Kini
saat yang tepat. Hari Kemerdekaan ini harus ditandai dengan percikan darahmu.
Pengemis : Tapi,
bapak jangan terlalu yakin dengan dugaan bapak.
Gel.Tua : Kau
kira keyakinan saya ini atas dasar dugaan ? Tidakkah kau rasakan akibat dari
perbuatanmu itu.
Gel.Tua : Gara-gara
anak gadisku kau culik, seluruh masyarakat telah menyisihkanku, karena anak gadisku
yang sudah ternodai tidak kuhabisi riwayatnya. Dia dan saya ayahnya, jadi cacat
di mata masyarakat. Dan kali ini kau akan jadi tebusannya.
Gel. Gadis : Tunggu
Ayah
Gel. Tua : Apa
yang ditunggu. Kau telah kehilangan dendammu ?
Gel. Gadis : Tapi
dia tidak bersalah.
Gel. Tua : Dengan
ternodanya dirimu itu, kau katakana tidak bersalah ?
Gel. Gadis : Oh,
Tuhan lebih tahu. Aku sama sekali tidak ternoda oleh siapapun.
Pengemis : Aku
juga lebih tahu tentang diriku. Bahwa Tuhan pasti akan bertindak adil. Dan kau
harus jujur mengakuinya, bahka aku tidak pernah menodaimu.
Gel. Tua : Dinodai
atau tidak bukan lagi urusan kalian
Aku harus membunuhmu
TERDENGAR SUARA LELAKI
Lelaki : Munduuur
(MUNCUL TERERNGAH-ENGAH)
Perang
sudah berakhir. Merah Putih sudah dinaikian.
Bendera Belanda harus dilemparkan ke negerinya. Dan kita segera kawin.
Gel. Gadis : Ayah…
Gel. Tua : Di
komandan ayah. Dan dia telah menggunakan seluruh pasukan tengkorak putih untuk
menyelamatkan kau.
Gel. Gadis : Apa
maksud ayah?
Gel. Tua : Kau
harus menerima lamarannya.
Gel. Gadis : Ayah…
Lelaki :
Hidup hari Kemerdekaan Republik Indonesia
(SERAYA MEMBUNYIKAN GENDERANGNYA)
Gel. Gadis : (GELISAH)
TIBA-TIBA MUNCUL SEPASANG SUAMI ISTERI
PERLENTE. SEMUA PERHATIAN TERCURAH PADA PASANGAN SUAMI ISTERI ITU. SEMUANYA
JUGA JADI TERKEJUT. LEBIH-LEBIH SI LELAKI.
Lelaki : Ini
dia. Tepat di hari Ulang Tahun Kemerdekaan (MENCEGAT DAN MENGANCAMNYA).
Isteri : Apa-apaan
ini ?
Lelaki : Sayalah
yang pantas bertanya, mau apa lewat sini.
Isteri : Inikan jalan umum ?
Gel. Tua : Sejak
kapan kalian ikut andil buat jalanan ini.
Isteri : Kalian sinting. Atau apa ?
Lelaki : Kamu
anggap saya sinting. Dan kami anggap kalian gila !
Ia, nggak. Ia nggak.
Isteri : Mari Pap. Menyingkir dari kami.
Lelaki : Yang
harus menyingkir itu siapa ? Ayo jawab ?
Suami : Dan
kamu siapa ?
Gel. Tua : Lupa,
toh ? Ayo tebak siapa saya ? Siapa dia ? Dan kamu lupa siapa dia ?
Pengemis : Galuh,
coba kamu cari dalam daftar itu. Apa terdapat nama yang pakai amat ?
Gel. Gadis : Amat…Amat…
Lelaki : Kok
tiba-tiba saja otak saya jadi jernih…Oya betul. Ada Amat Butun, ada Amat Lukah,
ada Amat Gasing, Tampirai,
Pengemis : Itu
Utuh Tampirai awan Utuh Paluntaan
Gel. Gadis : Amat
Jaring, Amat, Amat…
Lelaki : Amat
Di Laga ! Betul, Amat Di Laga ! Ada,
ada, ada,
Gel. Gadis : Amat
Di Laga ! Betul, ada tertulis
Gel. Tua : Apa
betul, tercatat disitu ?
Suami : KETIKA
DISEBUT AMAT DILAGA, JADI KAGET, TAPI CEPAT DISEMBUNYIKAN
Pengemis : Nama
Amat Di Laga, memang terdapat dalam daftar itu.
Tapi catatan penghianatannya luar biasa banyaknya.
Lelaki : Kamu
Amat Dilaga bukan ?
Suami : Jangan
ngaco.
Isteri : Ayo, Pap ? Mau apa disini.
Gel. Tua : Eeeee..jangan
buru pergi.
Isteri : Mh, Bau amis !
Lelaki : Penghinaan
!
Gel. Tua : Hari
ini hari raya.
Pengemis : (BURU-BURU
MENCARI ALAT TABUHAN YANG TERSIMPAN DI KERANJANG) Nah ini dia. Harta Budaya
Bangsa.
Lelaki : Ini
baru hiburan.
TERJADILAH HIBURAN SPONTAN DALAM LAGU DAN
TARI PERGAULAN TIRIK.
SEBUAH IMPROPISASI KREATIF.
(TIBA-TIBA LELAKI DIBAYANGI OLEH SUASANA PERTEMPURAN
IA BERTIARAP)
Isteri : (MENGAMBIL KESEMPATAN MENARIK SUAMI HENDAK PERGI)
Lelaki : (MENCEGAT
SAMBIL MENODONGKAN TOMBAK) Jangan lari ! Angkat Tangan ! Kalian tidak boleh
lari dari kenyataan.
Suami : Kita
berdua tidak punya kepentingan apa-apa.
Lelaki : Apakah
kamu berdua tidak merasa terhibur ?
Gel. Tua : Saya
sudah berikan apa yang saya punyai.
Lelaki : Tentunya
bapak punya tuntunan pula. Dan kau ngkoh merasa terhibur ?
Cina : Saya tidak pernah minta dihibur
Lelaki : Dana
mana tentu merasa keberatan, kalau jerih payah nona tidak mendapat imbalan
bukan ?
Gel. Gadis : Hidup
saya tergantung dari suara saya.
Lelaki : Nah
sudah cukup jelas. Hei, kalian punya derajat parlente. Apalah artinya dengan
uang seribu atau dua ribu rupiah.
Gel. Tua : Itu
cukup adil.
Lelaki : Dan
bagaimana dengan si Cina ini.
Pengemis : Dia
orang asing, cukup kaya. Tapi ia tetangga saya.
Lelaki : Lantas
kalau ia sebagai tetangga, kenapa ?
Pengemis : Kita
bisa pertimbangkan sedikit.
Lelaki : Kita
bukan penagih pajak.
Pengemis : Maksud
saya, jangan dipaksa.
Lelaki : Siapa
bilang, meminta sumbangan itu harus dipaksa. Pada mulanya hiburan tadi kita
buat hanya berdasarkan kesadaran. Tidak pernah terpikir untuk mengancar-ancar
biaya. Kita tidak perlu biaya latiha. Tidak perlu uang penampilan. Kita sudah
berjasa kepada siapa saja yang sempat menjadi saksi hiburan kita. Tanpa diberi
orang juga tidak apa-apa. Disini, kita punya arti telah membuat jasa kepada
manusia.
Gel. Tua : Tapi
kami perlu makan
Pengemis : Saya
juga
Lelaki : Semua
kita perlu makan. Rezeki diatas bumi Indonesia ini tidak saja untuk si
Ngkoh. Tidak pula untuk nyonya parlente itu. Semuanya adalah milik kita.
Pengemis : Termasuk
emas intan di dalam toko cina itu.
Cina : Mana bias. Harta benda itu milik saya. Milik kalian ? Hayyyaaaa.
Gel. Tua : Saya
berjuang dengan darah dan keberanian. Semata untuk kemerdekaan.
Gel. Gadis : Kita
sekaang sudah merdeka
Pengemis : Harta
kekayaan ada diatas darah dan kemerdekaan
Lelaki : Yah,
ada di dalam toko Cina itu.
Cina : Mau apa kalian ?
Pengemis : Selama
ini santapan saya cuma nasi dan sisa tulang-tulang.
Gel. Tua : Kita
punya hak.
Cina : Kalian mau merampok ?
Suami : Merampok
di hari keramat ?
Isteri : Pap, cepat pergi. Nanti kita terlibat. Ayo. Pap.
Lelaki : Kau
akan membocorkannya ? Berdiri di situ !
Hei (Kepada Pengemis) Pegang Tembok ini.
Cina : Akan kulaporkan pada polisi
Lelaki : Kenapa
?
Cina : Kalian mau membongkar toko saya !
Kalian perampok
Lelaki : Hei
(kepada pengemis) Bungkam dia !
Pengemis : Berteriak
atau mau disumbat dengan ujung tombak ini ! Mana kunci toko.
Lelaki : Hei,
Bung. Mau kerjasama atau pilih mati
berdiri.
Suami : Apa
yang bung inginkan dengan membongkar tokosi Cina itu !
Lelaki : Kok
masih Tanya lagi.
Suami : Untuk
keperluan apa ?
Pengemis : Sok
moralis.
Lelaki : Yah,
sok jujur. Apa beda pekerjaan saya ini dengan manipulasi yang kau lakukan
selama ini.
Isteri : Kau jangan menghina suami saya. Sudah hamper separo dari kekayaan
suami saya disumbangkan untuk kepentingan social.
Lelaki : Separo
dari kekayaan suami nyonya sudah diamalkan.
Isteri : Untuk kepentingan pendidikan dan anak yatim
Lelaki : Lantas
kau anggap bahwa noda hitam didahimu ini sudah bisa dihapuskan ?
Cina : (MENGAMBIL KESEMPATAN UNTUK LARI)
Pengemis : (MENCEGAT
DENGAN TOMBAK)
Lelaki : Dasar
Cina ! Mau lari dengan cara tidak jujur ?
Isteri : Begini saja. Daripada kalian terkena tindak criminal. Lebih baik
berbuat jujur saja.
Lelaki : Kami
sudah terlalu jujur.
Isteri : Dengan merampok harta si Cina ?
Lelaki : Dan
kau masih ingat ? Apa yang kamu ingat di zaman perang ? Berapa banyak korban
nyawa pejuang, akibat penghianatanmu.
Suami : Masa
lalu, bukan lagi masa kini
Gel. Tua : Bagi
kamu justru punya kesamaan antara masa lalu dengan masa kini. Dulu pada saat
Pemerintahan Belanda sedang Berjaya, kamu ikut Berjaya.
Lelaki : Tampangnua
saja sebagai pejuang, tapi wataknya selicin belut.
Gel. Gadis : Manusia
licik !
Gel. Tua : Dan
sekarang, disaat pejuang sejati tengah menata Negara ini, kami tahu kamu tampil
sebagai orang pintar sebagai orang nomor satu dibarisan kemerdekaan.
Lelaki : Timpakul
janjam !
Gel. Gadis : Orang
seperti dia harus disingkirkan
Isteri : Pengemis buruk rupa.
Lelaki : Jangan
menghina calon isteri saya ! Kamu bukan orang sini. Saya tahu asal-usul kamu !
seenaknya bicara ! Kami berpijak di bumi siapa. Dan langit yang kau junjung di
atas tanah banyu siapa !
Gel. Tua : Masuk
orang pinter juga kamu.
Lelaki : Itu
sudah jelas. Dan siapa saya, semua pejuang sudah tahu. Pangeran Kumba Karna.
Suami : Sekarang
bukan rahasia lagi. Kita sama sekandang dalam barisan empat lima.
Pengemis : Dan
tidaklah heran dalam kawan sekandang sering terjadi ketidak beresan.
Gel. Tua : Pinter
juga kamu
Lelaki : Tepat
sekali. Tapi apakah di zaman empat lima,
saya ini pinter apa bodoh ? Lalu kalau zaman itu saya terbilang pinter, zaman
sekarang ini, masuk orang yang bagaimana ?
Suami : Di
zaman perang, kamu seorang komandan.
Gel. Tua : Termasu
orang pinter kamu ?
Lelaki : Di
zaman perang, saya dipanggil bapak. Tapi di zaman sekarang, saya disebut gila.
Begitukah Puteri Selat ?
Gel. Gadis : Kamu,
saya, ayahku dan dia sekarang ini, termasuk orang bodoh.
Gel. Tua : Kita
yang bodoh, atau zaman ini yang membodohi kita.
Pengemis : Zaman
tak akan pernah merobah kita jadi bodoh, tapi orang-orang pinterlah yang selalu
menganggap dirinya pinter, dan menciptakan diri seperti kita jadi bodoh.
Gel. Tua : Masuk
pinter juga kamu.
Pengemis : Tapi
masih banyak orang lebih pinter yang menganggap kita orang bodoh.
Isteri : Ayolah Pap, akhirnya kita jadi bodoh sendiri, bila kita tidak
pergi dari sini.
Lelaki : Urusankami
dengan Ngkoh ini belum selesai. Dan tidak seorangpun yang boleh meninggalkan
tempat ini.
Isteri : Itu urusan kalian, dan bukan urusan kami.
Lelaki : Kalau
kami merampas semua harta si Cina ini, semua kita jadi terlibat. Saya ingin
semua kita ikut berbuat dan semua kita kebagian hak.
Suami : Kamu
masih punya keberanian. Semangat
kepemimpinan yang kamu miliki masih belum rapuh. Saya suka orang seperti kamu.
Nah kalau kamu mau bekerjasama dengan saya dalam pekerjaan yang lebih mulia
dengan janji akan jadi kaya, ini kartu nama saya. Datanglah kapan-kapan, saya
akan menerima kamu dengan tangan terbuka. Ini (MENYERAHKAN)
Lelaki : (MASIH
RAGU MENERIMANYA)
Pengemis : Paling-paling
akan jadi bandit mafia.
Gel. Tua : Kalau
ingin disebut pinter, terima saja
Suami : Bapak
juga. Usia bapak sudah berapa ?
Gel. Tua : Sudah
jelas tua, kok masih Tanya. Tapi saya masih ragu juga, apakah usia saya ini
sudah termasuk pension atau masih usia tergolong muda.
Suami : Kenapa
begitu ?
Gel. Tua : Saya
inikan pejuang. Pangeran Kumba Karna itu, pernah jadi komandan saya. Lalu
Belanda angkat kaki dari bumi Haram Manyarah ini. Setalah Indonesia
merdeka, sebahagian para pejuang banyak yang iri kepada orang-orang pejuang yang
pinter bersama orang-orang yang tidak pernah berjuang, mendapat kedudukan yang
nyaman serta jadi kaya. Tapi yang merasa kecewa menghimpun kekuatan. Oleh
pemerintah yang berkuasa disebut gerombolan jahat, dan harus ditumpas sampai ke
akar-akarnya. Memang benar. Mereka diburu. Mereka ditindas. Mereka dibunuh. Na,
Puteri saya hamper jadi korban. Saya jadi bingung. Dari pihak gerombolan
menganggap saya musuhnya, dengan menculik puteri saya ini. Sementara dari
penguasa tidak menghiraukan saya. Maka jadilah saya seperti sekarang ini. Tak
ada uang jasa atau uang pensiun.
Isteri : Itu kesalahan bapak sendiri. Terlalu pasrah. Tidak mau
memperjuangkan nasib sendiri.
Lelaki : Na,
na mulai lagi. Masih menghina calon mertua saya, ya.
Gel. Tua : Hidup
saya jadi morat marit! Semua ini gara-gara si bangsat ini !
Pengemis : Kok
marah pada saya
Gel. Tua : Memang
kamu. Semuanya gara-gara kamu, yang mencengkeram orang di muka saya. Saya jadi
malu. Saya malu ! Dan saya tidak ingin pulang kampong.
Suami : Bukanlah
manusia, kalau perjalanan hidupnya tak pernah cacat. Semua kesalahan yang kita
lakukan tetap tercatat sebagai dosa. Dan dosa pada Tuhan tak akan bisa dihapus.
Tapi Tuhan masih berikan kesempatan untuk menggandakan amal baik kita.
Isteri : Karena itu suami saya berusaha untuk berbuat baik kepada siapa
saja.
Suami : Dendam
sesame kita harus kita hapuskan. Karena itu janganlah saling menghujat.
Cina : Sekarang hati saya jadi senang. Tua orang mulia. Mari silahkan
mampir. Hari ini toko saya tidak jadi jualan. Saya ingin menjamu tuan dan
nyonya, juga kalian semua.
Isteri : Pap, bagaimana kalau bapak dan puterinya ini, kita ajak tinggal
di rumah kita ?
Cina : Sungguh bagus sekali.
Suami : (KEPADA
LELAKI) Kalau kamu bisa putuskan sekarang ikutlah bersama kami. Tapi kalau
masih berfikir, terima kartu ini. Kamu juga (KEPADA PENGEMIS). Ini kartu nama
saya.
Cina : Hari ini benar-benar hari keramat. Hari bersatunya orang-orang
pribumi. Saya gembira. Saya ingin adakan pesta di took saya. Mari, mari
tuan-tuan, silakan masuk.
Gel. Tua : Ngkoh,
saya minta maaf.
Cina : Itu tidak banyak piker. Tuan-tuan.
Lelaki : Tapi,
saya jadi malu.
Isteri : Buang rasa malu itu. Bangkitkan semangatmu
Lelaki : Saya
ini orang gila (SAMBIL MENGHENTIKAN STIK GENDERANGNYA) Barisan, bersi…ap. Maju….jalan (MEMUKUL GENDERANG SAMBIL
BERJALAN MENINGGALKAN BUNYI GENDERANG ITU BERANGSUR HILANG).
Gel. Tua : Kasian
Komandan say.
Suami : Kita
tidak boleh membiarkan dia. Bagaimanapun
juga, dia banyak berjasa dalam perjuangan.
Pengemis : Jasa-jasanya
hilang akibat kegilaannya.
Suami : Jangan
putus asa. Pak. Bukankah dia mencintai puteri bapak ?
Gel. Tua : Selagi
dia masih jadi komandan saya, saya sangat mencintainya. Walau dia masih sangat
muda saat itu, tapi kecakapan dan kebijaksanaannya sangat mengagumkan saya.
Suami : Bagaimana
kalau puteri bapak berkenan menyadarkan dia kemudian membujuknya agar dia bisa
tinggal bersama saya.
Gel. Tua : Usul
yang sangat bagus. Aluh Bungsu. Susul dia.
Gel. Gadis : (AGAK
MALU-MALU)
Isteri : Saya yakin, dia akan jadi orang baik. Susullah dia.
Gel. Gadis : Ayah
menyuruhku ?
Gel. Tua : Sudah
sejak tadi, dia ayah terima sebagai calon menantu ayah. Ayo susuli dia.
Gel. Gadis : Baik
ayah.
Cina : Na, begitu
Gel. Gadis : (DENGAN
AGAK MALU MENYUSULINYA)
Gel. Tua : Sungguh
pinter puteriku
Cina : Saya sangat gembila. Hali ini benal-benal hali kelamat. Hali
kemeldekaan. Mali
tuan-tuan. Kita tunggu saja hasilnya didalam sambiil makan-makan.
Silahkan-silahkan.
Banjarmasin,
10 Agustus 1982
Revisi, Januari 2001
Penulis,
Haji Adjim Arijadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar